News Kamis, 05 Juni 2025 | 15:06

Pasal Imunitas Jaksa Digugat, Kejagung: Kewenangan Kami Sesuai Fungsi Penegakan Hukum

Lihat Foto Pasal Imunitas Jaksa Digugat, Kejagung: Kewenangan Kami Sesuai Fungsi Penegakan Hukum Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung). (Foto:Istimewa)

Jakarta – Ketentuan dalam Undang-Undang Kejaksaan yang mengatur perlindungan hukum khusus bagi jaksa digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan itu dilayangkan oleh dua orang advokat, Harmoko dan Juanda, yang menilai Pasal 8 ayat (5) UU Nomor 11 Tahun 2021 memberikan hak imunitas berlebihan kepada jaksa dan bertentangan dengan prinsip equality before the law sebagaimana dijamin dalam UUD 1945.

Dalam permohonan uji materi yang terdaftar dengan Nomor Perkara 67/PUU-XXIII/2025, para pemohon mempersoalkan ketentuan yang menyatakan bahwa tindakan hukum terhadap jaksa — seperti pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan — hanya dapat dilakukan atas izin tertulis dari Jaksa Agung.

"Ketentuan ini membuat jaksa berada dalam posisi yang lebih tinggi dari penegak hukum lainnya. Padahal, prinsip kesetaraan hukum mestinya berlaku untuk semua warga negara, termasuk jaksa," ujar Juanda dalam sidang pendahuluan yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo di Jakarta, Jumat, 16 Mei 2025 lalu.

Menurut pemohon, aturan tersebut tidak memberikan pengecualian terhadap jenis tindak pidana yang dilakukan oleh jaksa, termasuk jika tertangkap tangan atau melakukan kejahatan berat.

Sementara itu, profesi advokat yang juga memiliki hak imunitas tetap bisa diperiksa dan ditahan jika melanggar hukum atau tidak beritikad baik dalam menjalankan tugas, tanpa perlu izin dari organisasi profesinya.

Pemohon menilai bahwa perbedaan perlakuan ini bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, yang menjamin persamaan kedudukan di hadapan hukum dan perlindungan hak konstitusional setiap warga negara.

Dalam petitumnya, pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa tindakan hukum terhadap jaksa dapat dilakukan dengan izin Presiden dalam batas waktu tertentu.

Pemohon juga mengusulkan pengecualian untuk kasus tertangkap tangan, kejahatan berat, atau pelanggaran terhadap kemanusiaan dan keamanan negara.

Kejaksaan Agung: Kami Hormati Proses Hukum

Menanggapi gugatan tersebut, Kejaksaan Agung menyatakan menghargai dan menghormati pandangan serta upaya hukum yang ditempuh oleh masyarakat.

“Kami tetap berprinsip menghormati berbagai pandangan, pendapat, bahkan sikap dari elemen masyarakat,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, kepada wartawan di Jakarta Selatan, Kamis, 5 Juni 2025.

Namun, Harli mempertanyakan dasar klaim bahwa jaksa memiliki kewenangan berlebihan. Ia menyebut bahwa kewenangan yang dimiliki Korps Adhyaksa dibangun sesuai kebutuhan dalam menjalankan tugas penegakan hukum.

“Yang harus dijawab terlebih dahulu adalah: kewenangan mana yang berlebihan? Bukankah tindakan yang kami lakukan selama ini bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat?” kata Harli.

Ia juga menegaskan bahwa publik dan media perlu bersikap kritis terhadap pandangan yang menyebut Kejaksaan menyalahgunakan wewenang. Meski demikian, pihaknya tetap menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada MK.

“Apa pun itu karena prosesnya sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi, maka kami hormati. Kita lihat nanti bagaimana sikap hakim konstitusi dalam menilai gugatan ini,” pungkasnya.

Latar Belakang UU dan Proses Sidang

Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan menjadi sorotan karena dinilai menciptakan perlindungan yang tidak proporsional. Ketentuan ini menyebut: "Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung."

Sidang pendahuluan telah digelar oleh MK dengan formasi majelis yang terdiri atas Ketua MK Suhartoyo serta dua hakim anggota, yaitu Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah. Proses hukum terhadap gugatan ini masih akan berlanjut dalam persidangan berikutnya.

Sebagai informasi, Pasal 8 ayat (5) itu merupakan bagian dari UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. UU ini sebelumnya juga menuai kritik dari berbagai kalangan karena dianggap memperkuat kekuasaan internal Kejaksaan tanpa pengawasan eksternal yang memadai.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya