News Senin, 29 Agustus 2022 | 12:08

Pembentukan Dewan Keamanan Nasional Dinilai Sebagai Kopkamtib Gaya Baru

Lihat Foto Pembentukan Dewan Keamanan Nasional Dinilai Sebagai Kopkamtib Gaya Baru Kepala Biro Persidangan, Sisfo, dan Pengawasan Internal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Brigjen TNI I Gusti Putu Wirejana. (Foto: Antara)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Pemerintah tengah berinisiasi membentuk Dewan Keamanan Nasional atau DKN. Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) bahkan sudah dilayangkan kepada Presiden Jokowi.

Hal ini seperti pengakuan Kepala Biro Persidangan, Sisfo, dan Pengawasan Internal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Brigjen TNI I Gusti Putu Wirejana.

Kata dia, pihaknya sudah mengirim surat dan rancangan Perpres kepada Presiden Jokowi terkait perubahan Wantannas menjadi Dewan Keamanan Nasional atau DKN.

Merespons ini, Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulis diterima Opsi pada Senin, 29 Agustus 2022 menyebut, agenda pembentukan DKN merupakan agenda lama yang dimasukan dalam RUU Kamnas. 

Namun, karena mendapat penolakan masyarakat sipil, RUU ini pun gagal disahkan sehingga DKN gagal dibentuk. Dengan demikian, langkah pemerintah saat ini merupakan jalan pintas pemerintah pasca RUU Kamnas gagal disahkan. 

"Kami mempertanyakan urgensi pembentukan DKN saat ini karena akan menimbulkan tumpang tindih (overlapping) dengan kerja dan fungsi lembaga negara yang ada," kata Hussein Ahmad dari Imparsial, yang menjadi narahubung Koalisi Masyarakat Sipil. 

Dikatakan, saat ini sudah ada lembaga yang melakukan fungsi koordinasi bidang keamanan nasional, yaitu di bawah Kemenko Polhukam. 

Dalam memberikan nasihat kepada Presiden juga telah ada Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) serta Kantor Staf Presiden (KSP).

Jika pemerintah tetap bersikeras membentuk DKN, menurut Hussein, maka fungsi lembaga tersebut harus dibatasi hanya untuk memberikan pertimbangan atau nasihat kepada Presiden. 

Pembentukan DKN yang dilakukan terburu-buru dan terkesan tertutup ujarnya, patut dicurigai bahwa pemerintah sedang membentuk wadah represi baru seperti halnya pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada masa Orde Baru. 

Baca juga:

KKB Mengganas, Anggota DPR Sebut Pendekatan Keamanan di Papua Tidak Efektif

Diketahui, DKN melalui Sekjen DKN memiliki fungsi pengendalian penanganan krisis nasional, serta pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan penanganan krisis nasional. 

Dengan kewenangan pengendalian keamanan itu maka dewan keamanan nasional memiliki kewenangan yang sangat luas yang dapat mengontrol kondisi stabilitas keamanan yang potensial berdampak pada hak asasi manusia. 

"Fungsi kelembagaan pengendali seperti dewan keamanan nasional ini serupa tapi tak sama dengan Kopkamtib seperti pada masa orde baru dan ini berbahaya bagi kondisi HAM," katanya.

Disebutkan juga, jika mengacu kepada UU tentang Pertahanan Negara Nomor 3 Tahun 2002 maka Pemerintah diminta untuk membentuk Dewan Pertahanan Nasional (DPN), bukan Dewan Keamanan Nasional (DKN). 

Pasal 15 UU Pertahanan Negara menyatakan, dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan negara Presiden dibantu oleh Dewan Pertahanan Nasional. 

Dewan Pertahanan Nasional berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam menetapkan kebijakan umum pertahanan dan pengerahan segenap komponen pertahanan negara. Pembentukan DPN akan diatur kemudian melalui keputusan Presiden.

Dalam pengamatan koalisi, sejak undang-undang tersebut dibuat, Pemerintah belum juga membentuk dewan pertahanan nasional. Yang ada justru saat ini pemerintah malah ingin membentuk dewan keamanan nasional. 

"Langkah tersebut justru melenceng jauh dari amanat UU yang sudah ada," tukas Hussein. 

Dia mengingatkan, kehidupan demokrasi hari ini adalah buah dari perjuangan politik kalangan pro demokrasi 1998. 

Karena itu, kalangan elite politik, terutama yang tengah menduduki jabatan strategis pemerintahan, semestinya menjaga dan memajukan sistem demokrasi. 

Bukan sebaliknya mengabaikan sejarah dan pelan-pelan mengembalikan model politik otoritarian Orde Baru dengan membentuk dewan keamanan nasional dan melakukan revisi UU TNI dengan tujuan melegitimasi penempatan TNI dalam jabatan sipil.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya