Medan - Sejumlah pengacara kondang di Tanah Air yang kebetulan orang Batak, terlibat saling sindir di media sosial. Tentang para pengacara Batak ini, Jokowi pernah mendapat informasi historisnya. Lho?
Kisruh sesama para pengacara Batak ini sebetulnya sudah lama. Namun belakangan tensinya meninggi, menyusul ucapan Leo Situmorang, yang juga seorang pengacara, menyebut ikan Mujair itu ikan hama.
Ucapan Leo ini seperti gendang bertalu-talu dengan pernyataan pengacara kondang Hotma Sitompul yang menyindir Hotman Paris Hutapea semasa kecil sering makan ikan Mujair.
Diungkap Hotma dalam video yang diunggah pengacara Razman Nasution di akun Instagramnya pada Kamis, 9 Juni 2022.
Saat itu Razman dan Hotma berada di Pantai Mertasari, Bali dan sedang makan bersama. Hotma menyebut mereka makan ikan Salmon.
Kemudian menyindir ada yang sedari kecil makan ikan Mujair tapi sombong.
Hotman Paris pun bereaksi. Meski ucapan tidak langsung mengarah ke dirinya, namun dia menangkap sindiran Hotma dan Leo bertalian dan menyasar dirinya.
Hotman membalas sindiran itu di akun Instagramnya dilihat Senin, 13 Juni 2022.
Salah satunya memajang foto Leo dengan caption: "Saat Ketua Forum Batak Intelektual (FBI) menikmati ikan mujair dulu!!! Sekarang knp kok makan mujair sama dgn makan Hama??"
Media sosial kita memang jadi ramai dengan kehadiran para pengacara kondang dan orang Batak semua.
Hotma Sitompul, Leo Situmorang, Razman Nasution, dan Hotman Paris Hutapea. Hampir bisa dipastikan mereka-mereka ini paham dengan hukum.
Sudah sering beradu argumentasi di ruang persidangan dalam mengawal sebuah perkara hukum.
Orang Batak memang banyak yang jago di bidang hukum terutama menjadi pengacara. Pintar beradu argumentasi selain juga punya karakter ngotot.
Ini tidak lahir begitu saja. Ternyata ada juga historis orang Batak sejak zaman dulu sudah berkarakter dalam urusan di ruang sidang.
Simaklah cerita Gading Jansen Siallagan, pria keturunan raja ke-17 Siallagan di Kabupaten Samosir, Sumatra Utara.
Gading menjadi penutur di hadapan Presiden Jokowi saat berkunjung ke Huta Siallagan di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir pada Rabu, 31 Juli 2019 lalu.
Baca juga:
Muasal Ikan Mujair dan Leo Situmorang Berisik dengan Tuduhan Hama
Saat itu Jokowi memasuki Huta atau Kampung Siallagan, tak jauh dari perairan Danau Toba.
Huta Siallagan konon adalah titik awal sejarah peradaban penegakan hukum di Samosir. Kok bisa?
Gading menjelaskan, bahwa di kampung tersebut terdapat area yang disebut dengan `batu persidangan`, yakni tempat di mana sang raja mengadili para pelanggar hukum adat.
Batu persidangan ini berbentuk sebuah meja dengan kursi yang tersusun melingkar. “Jadi kalau Raja Siallagan bersidang memberikan hukuman kepada setiap penjahat, di sinilah dia disidang,” tutur Gading kepada Jokowi.
Gading juga menjelaskan prosesi persidangan yang dahulu biasa berlangsung di sana. Bertempat di sebelah kanan raja ialah adik-adik raja, sementara di sebelah kirinya para penasihat yang terdiri atas dua penasihat terdakwa, dua penasihat korban, dan satu penasihat kerajaan.
“Kenapa mereka perlu penasihat kerajaan? Apabila tidak ada komitmen (kesepakatan) antara empat penasihat, maka keputusan ada di tangan penasihat kerajaan. Kalau bahasa sekarang itulah yang disebut pengacara,” terangnya.
“Jadi jangan aneh, Bapak, kalau orang Batak banyak jadi pengacara. Jadi kayaknya, Pak, mereka itu lulusan Siallagan semua,” katanya, disambut tawa Presiden Jokowi dan rombongan yang hadir di sana.
Dalam hukum Raja Siallagan saat itu, setidaknya terdapat tiga jenis persidangan. Ketiganya ialah persidangan untuk tindak pidana ringan, tindak pidana umum, dan tindak pidana serius (berat).
“Kami sebut tindak pidana ringan, yaitu mencuri. Raja masih memaafkannya, raja membebaskannya, asal dia bisa bayar empat kali apa yang dia curi. Kalau dia curi satu kerbau, dia harus bayar empat kerbau, maka boleh bebas,” tuturnya.
Dalam persidangan, raja dan para penasihat akan mencari hari baik untuk mengeksekusi pelaku tindak pidana berdasarkan kalender Batak. Jika waktu eksekusi telah diputuskan, maka hukuman akan diberikan.
“Seorang dukun akan diperintahkan oleh raja kapan orang ini akan dipancung. Orang Batak punya (semacam) feng shui. Kalau orang Jawa bilang itu primbon, orang Batak bilang maniti ari,” kata Gading.
Sudah paham kan kenapa orang Batak jago-jago di bidang hukum, termasuk jadi pengacara? []