Pilihan Senin, 13 Juni 2022 | 13:06

Muasal Ikan Mujair dan Leo Situmorang Berisik dengan Tuduhan Hama

Lihat Foto Muasal Ikan Mujair dan Leo Situmorang Berisik dengan Tuduhan Hama Ketua Umum Forum Batak Intelektual Leo Situmorang. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Medan - Lini masa media sosial kita sedang riuh rendah alias berisik soal ikan Mujair dalam sepekan awal Juni 2022. 

Bermula dari ucapan seorang pria Batak bernama Leo Situmorang, dikenal ketua umum organisasi masyarakat atau ormas Forum Batak Intelektual (FBI).

Leo menyebut bahwa ikan Mujair adalah hama. Motif ucapan ini pun bermula dari perseteruannya dengan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.

Saling sindir di media sosial terjadi. Leo menyebut, Hotman semasa kecil di Toba hanya memakan ikan Mujair yang disebutnya hama.

Ucapan Leo ini kemudian memantik respons publik, terutama orang-orang Batak. 

Menilai pernyataan Leo merendahkan ikan yang kerap disantap orang Batak, terutama yang hidup di kawasan Danau Toba.

Ikan Mujair memang tak asing bagi warga di kawasan Danau Toba. Ikan yang sering menjadi lauk utama.

Media sosial mulai Facebook, Instagram, WhatsApp dan TikTok ramai dengan ikan Mujair ini. Sejumlah kemarahan diarahkan ke Leo Situmorang.

Benarkah ikan Mujair identik dengan hama? Untuk menjawabnya, ada baiknya ditelisik sejarah keberadaan ikan ini. 

Penemu Ikan Mujair

Anda tahu siapa penemu ikan ini pertama kali, hingga kemudian bisa ditemukan di air tawar seperti di perairan Danau Toba?

Dilansir dari merdeka.com, ternyata penemu ikan ini adalah Mbah Moedjair.

Seorang pria kelahiran Desa Kuningan, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Jawa Timur pada tahun 1890 silam. 

Aslinya bernama Iwan Muluk. Suami dari Partimah dan dikaruniai 7 orang anak. 

Namanya terkenal lantaran menemukan ikan Mujair yang kita ributkan hari ini di media sosial.

Ceritanya, dulu Mbah Moedjair punya warung sate yang sangat populer di kalangan masyarakat Blitar. 

Usaha satenya tumpur lantaran kebiasaan buruknya berjudi. Mbah Moedjair pun terpuruk.

Seorang temannya yang merupakan kepala desa mengajak Mbah Moedjair melakukan tirakat di Pantai Serang.

Di sana Mbah Moedjair kemudian menemukan sekelompok ikan yang menarik perhatiannya.

Mbah Moedjair. (Foto: Merdeka/Sains.me)

Ikan itu dirasanya unik. Induk ikan menyembunyikan anak-anaknya di mulut saat menghadapi ancaman bahaya. 

Tertarik dengan ikan tersebut, Mbah Moedjair membawa beberapa ekor untuk dipelihara di rumah.

Namun ikan-ikan itu akhirnya mati. Bisa jadi karena perbedaan habitat. Ikan itu tak bisa hidup di air tawar, karena memang ditemukan di air laut yang asin.

Mbah Moedjair melakukan semacam uji coba. Dia mencampurkan air laut dan air tawar dengan komposisi tertentu yang adaptif bagi ikan laut tersebut.

Upayanya berhasil. Dari belasan kali mencoba, ditemukan empat ekor ikan hidup. Dalam setiap percobaan, Mbah Moedjair harus pulang pergi ke Pantai Serang yang jaraknya 35 kilometer dari rumah tinggalnya. Ia berjalan kaki melintasi hutan.

Jenis ikan baru yang dibudidayakan Mbah Moedjair membuat namanya lekas terkenal. Sebelumnya, hanya memiliki satu kolam yang kemudian berkembang menjadi tiga. 

Ikan hasil budidaya dibagikan kepada para tetangga, selain dijual ke pasar dan dijajakan secara berkeliling dengan mengendarai sepeda kumbang.

Kabar mengenai keberhasilan Mbah Moedjair membudidayakan ikan laut di air tawar menarik perhatian Asisten Residen yang berkedudukan di Kediri. 

Dilakukan kemudian penelitian mendalam tentang ikan spesies baru. Hasil penelitian dan literatur yang ada, diketahui bahwa spesies ikan yang dibudidayakan Mbah Moedjair berasal dari perairan laut Afrika.

Sebagai bentuk penghargaan atas usahanya, Asisten Residen memberikan nama ikan spesies baru tersebut dengan nama penemunya, Moedjair atau Mujair. 

Mbah Moedjair menerima sejumlah penghargaan dari berbagai pihak. Pasalnya ikan hasil temuannya banyak disukai orang bahkan mulai menarik perhatian dunia.

Di antaranya dari Eksekutif Committee Indo Pasifik Fisheries Council pada tahun 1954. Sebelumnya, pada 17 Agustus 1952 ia menerima penghargaan dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Mbah Moedjair ini meninggal pada 7 September 1957 lantaran penyakit asma yang dideritanya. Jasadnya dimakamkan di Kabupaten Blitar. 

Di batu nisan makamnya bertuliskan “Moedjair, Penemu Ikan Moedjair” lengkap dengan ukiran ikan Mujair.

Danau Toba

Nah, lantas ikan Mujair atau `dekke jahir` dalam bahasa Batak, kapan berada di perairan Danau Toba?

Dilansir dari berbagai sumber, ikan air tawar ini mulai berenang atau diintroduksi di air Danau Toba semasa pendudukan Jepang pada sekitar tahun 1908. 

Lalu sejak tahun 1952 ikan Mujahir ini menjadi salah satu andalan warga di tepian Danau Toba, terutama dari sisi perekonomian.

Ikan ini diperjualbelikan di pasar tradisional, yang merupakan hasil tangkapan para nelayan di Kawasan Danau Toba.

Dilansir dari mongabay.com, ikan dengan nama ilmiah Oreochromis mossambicus ini berkerabat dekat dengan ikan Nila (Oreochromis niloticus), jenis yang begitu digemari di Indonesia.

Buku dengan judul Jenis Ikan Introduksi dan Invasif Asing di Indonesia terbitan LIPI tahun 2016 itu menyebut, secara biologi ikan Mujair memiliki tubuh memipih sedang sampai besar dengan panjang maksimal 40 cm. 

Bentuk mulut relatif besar dengan moncong yang dapat disembulkan. Sirip punggung panjang dengan bagian depan mengeras tajam menyerupai duri. Umumnya Mujair berwarna kehijauan kusam, kekuningan, atau abu-abu.

Pada sisi tubuh terdapat sembilan garis vertikal gelap, mulai dari tutup insang hingga pangkal batang ekor. 

“Mujair termasuk bersifat omnivora dengan zooplankton, larva serangga, ikan, udang, cacing tanah, tumbuhan air bahkan detritus sebagai makanannya,” ungkap Gema Wahyu Dewantoro dan Ike Rachmatika, penulis buku tersebut.

Ikan Mujair. (Foto: Ist)

Ikan Mujair disebut ancaman bagi ikan asli yang ada di Indonesia. Dalam buku itu disebutkan bahwa mujair diintroduksi ke Indonesia tahun 1939. 

Selanjutnya, dibawa ke danau di Sulawesi pada 1951 dan menjadi invasif yang mengakibatkan kepunahan ikan lokal, misalnya ikan moncong bebek yang merupakan jenis endemik di Danau Poso, Sulawesi Tengah.

Gizinya?

Alodokter dalam webnya menyebut ikan ini memiliki kandungan gizi tinggi. 

Saat disantap pun rasanya yang tidak terlalu amis. Selain tentu harganya yang relatif terjangkau. 

Ikan Mujair mengandung banyak nutrisi, yang bermanfaat bagi kesehatan dan merupakan salah satu ikan yang rendah akan senyawa merkuri. 

Disebut, dalam 1 ekor ikan Mujair, terdapat sekitar 128 kalori. Ikan ini pun sumber protein yang sangat baik, bahkan tidak kalah dengan salmon maupun tuna. 

Dalam 1 ekor ikan mujair, terdapat sekitar 26 gram protein. Kandungan protein yang tinggi bermanfaat untuk sumber energi, menjaga berat badan normal, menjaga kesehatan tulang, meningkatkan massa dan kekuatan otot.

Selain protein, ikan Mujair juga mengandung selenium yang tinggi. Bahkan, konsumsi satu ekor ikan Mujair dapat memenuhi 78 persen kebutuhan selenium harian tubuh. 

Selenium bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menjaga fungsi kelenjar tiroid, mengurangi risiko penyakit kanker, dan mengurangi risiko penyakit jantung.

Ikan Mujair adalah salah satu ikan budidaya air tawar yang harganya relatif murah. Untuk menekan biaya budidaya ikan mujair, ada sejumlah peternak ikan yang menggunakan kotoran hewan atau bahkan manusia sebagai makanan untuk ikan mujair yang sedang dibudidayakan.

Mengonsumsi ikan budidaya yang diberi makan kotoran hewan dapat meningkatkan risiko Anda menderita penyakit yang ditularkan lewat makanan. 

Pasalnya, dalam kotoran hewan atau manusia terdapat berbagai bakteri yang bisa membahayakan kesehatan, seperti bakteri Salmonella typhosa yang menyebabkan demam tifoid.

Namun Anda tetap bisa menyantap ikan ini. Hanya saja dibatasi. Konsumsi ikan yang direkomendasikan adalah 2–3 porsi per minggu. 

Untuk berjaga-jaga, pastikan ikan mujair berasal dari tempat budidaya yang terpercaya. Jadi, sebetulnya bukan hama kan? []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya