Hukum Rabu, 16 Maret 2022 | 15:03

Penyiksaan Tersangka Masih Terjadi, ICJR: Hapus Penahanan di Kantor Polisi

Lihat Foto Penyiksaan Tersangka Masih Terjadi, ICJR: Hapus Penahanan di Kantor Polisi Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Genoveva Alicia. (Foto: Twitter)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Genoveva Alicia menilai selama ini, ruang-ruang penahanan yang ada di Kantor Kepolisian dan juga Kantor Kejaksaan serta Pengadilan seharusnya diadakan untuk menahan sementara tahanan dalam hal pemeriksaan sedang dilakukan. 

Sehingga, ruangan-ruangan ini seharusnya diperuntukkan hanya sebagai tempat transit dan bukan sebagai tempat penahanan yang permanen. 

Dia menyebut, penahanan dalam jangka waktu lebih dari 24 jam oleh kepolisian tidak dapat dibenarkan, karena sesuai dengan standar hak atas fair trial dan hak atas kemerdekaan dan keamanan seseorang, untuk kepentingan penegakan hukum, otoritas yang melakukan penahanan harus dipisahkan dengan otoritas yang melakukan perawatan tahanan. 

Hal ini kata dia, harus dijamin agar adanya pengawasan, sehingga tahanan tidak serta menjadi `kuasa` aparat penegak hukum. 

"Jaminan ini harus ada dalam KUHAP untuk menghindari adanya praktik-praktik penyiksaan dan pemeriksaan di waktu-waktu yang tidak wajar, sebagaimana terjadi di dalam kasus-kasus penyiksaan yang ada saat ini," terang Genoveva dalam keterangan tertulis, Rabu, 16 Maret 2022. 

Disebutnya, ketika penahanan dilakukan di Kantor Kepolisian, kontrol penuh terhadap tersangka ada di tangan penyidik dengan kepentingan penegakan hukum, memperoleh bukti untuk memperkuat perkaranya. 

Dalam kondisi seperti itu, tidak dapat dipungkiri kekerasan mulai yang dilakukan secara verbal dalam bentuk intimidasi hingga fisik, sangat rentan terjadi. 

Penahanan di kantor kepolisian harus dilarang karena membuka peluang besar dilakukannya pemeriksaan incommunicado, atau tanpa komunikasi dengan dunia luar. 

Situasi-situasi ini, tentunya sangat rentan menjadi ruang penyiksaan untuk mendapatkan informasi dan pengakuan dari tersangka. 

Selain masalah penyiksaan, hingga saat ini tidak ada informasi yang dapat diperoleh mengenai kondisi dan akses terhadap hak-hak tahanan di dalam tahanan kepolisian. 

Baca juga: Kasus Penyiksaan Berujung Kematian Tahanan di Kepolisian Terus Terjadi

Data jumlah kondisi tahanan tidak terlaporkan dalam sistem database pemasyarakatan seperti tahanan lain dalam rutan. Hal ini menyebabkan informasi kondisi mereka minim, Komnas HAM menyebutkan salah satu masalah dalam kematian tahanan di kepolisian dikarenakan lambatnya pemberian akses pelayanan kesehatan hingga menyebabkan kematian. 

Enam dari 11 kasus kematian tahanan yang ditangani oleh Komnas HAM sepanjang 2020-2021 terjadi karena lambatnya akses kesehatan. 

Menurut dia, Kepolisian punya tugas begitu besar menjadi keamanan dan ketertiban di masyarakat. 

Maka, tugasnya tak perlu ditambah lagi dengan perawatan tahanan. Sehingga semua pihak mulai dari pemerintah, DPR, Komnas HAM, lembaga-lembaga dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan harus menyerukan penghentian penahanan di kantor-kantor kepolisian. Hal ini dapat dimulai dengan seruan Revisi KUHAP yang sudah jauh tertinggal jaman. 

Sebelumnya, Genoveva menguak kasus di Polsek Lubuklinggau, Sumatra Selatan. Di mana Kapolres Lubuklinggau mengumumkan ditetapkannya 4 orang penyidik Polsek Lubuklinggau sebagai tersangka dalam kasus kematian Hermanto, tahanan di Polsek Lubuklinggau. 

Kasus dugaan penyiksaan ini ditepis oleh Kabid Humas Polda Sumatera Selatan, Kombes Pol Supriadi, yang menyatakan bahwa lebam yang ditemukan di tubuh korban adalah lebam mayat dan bukan lebam bekas kekerasan.

Menurut Genoveva, tindakan penyiksaan yang menyebabkan kematian terhadap tersangka yang ditahan bukan kali pertama terjadi. 

Hal ini selalu menjadi fenomena yang selalu berakhir ditangani secara parsial, tanpa adanya usaha untuk mengakhiri akar penyebab masalah ini. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya