News Jum'at, 27 Juni 2025 | 14:06

Putusan MK: Tak Ada Lagi Pemilu Serentak, Ini Aturannya

Lihat Foto Putusan MK: Tak Ada Lagi Pemilu Serentak, Ini Aturannya Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (foto: Opsi/Fernandho Pasaribu).

JakartaMahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan jadwal penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia tidak lagi dilakukan serentak untuk semua tingkatan.

Dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Kamis, 26 Juni 2025, MK memerintahkan pemilu nasional dan pemilu daerah dilaksanakan dengan jeda waktu tertentu.

Ketua MK Suhartoyo menyampaikan putusan ini mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Dengan amar ini, Mahkamah menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, bertentangan dengan UUD 1945 jika tetap dimaknai sebagai dasar pemilu serentak.

Dalam pertimbangannya, MK menetapkan pola baru: pemilu nasional yang meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, digelar lebih dulu.

Setelah pelantikan, jeda waktu minimal dua tahun hingga maksimal dua tahun enam bulan diberlakukan sebelum pemilu daerah diadakan.

“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan,” ucap Suhartoyo membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Adapun pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah mulai dari gubernur/wakil gubernur hingga bupati/wali kota.

Pemungutan suara di daerah pun wajib dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.

Gugatan ini diajukan Perludem yang diwakili Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Irmalidarti.

Perludem menilai pelaksanaan pemilu serentak menimbulkan beban teknis dan logistik yang berlebihan, berpotensi membebani penyelenggara, serta menurunkan kualitas pemilu.

Permohonan Perludem direspons Mahkamah dengan mempertimbangkan efisiensi, akuntabilitas, dan perlindungan hak pilih warga.

MK menilai pemilu serentak dalam skema lama tidak lagi relevan jika terbukti menimbulkan dampak teknis yang tidak terkelola dengan baik.

Dengan putusan ini, pemerintah bersama DPR diwajibkan segera menyesuaikan ketentuan hukum dan menyiapkan regulasi teknis pemilu yang baru.

Penjadwalan ulang tahapan pemilu di masa mendatang pun menjadi keniscayaan agar sejalan dengan keputusan Mahkamah.

Perubahan mendasar ini diprediksi mempengaruhi strategi partai politik, penyelenggara pemilu, hingga pola kampanye nasional dan daerah.

Tahapan politik pun dipastikan akan terbagi dalam dua fase besar, bukan lagi dalam satu gelombang seperti pada Pemilu 2019 dan 2024.

Khoirunnisa Nur Agustyati menyambut baik putusan Mahkamah. Ia menilai momentum ini membuka peluang perbaikan manajemen pemilu agar lebih terukur dan tidak menimbulkan kelelahan luar biasa bagi petugas, peserta, maupun pemilih.

Dengan demikian, Indonesia kini memasuki babak baru dalam sejarah kepemiluan: satu kali memilih wakil nasional, dua tahun kemudian memilih wakil daerah. Pesta demokrasi tetap berlanjut, namun ritmenya diatur ulang demi kualitas dan efisiensi.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya