Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengajukan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan ini dilayangkan dengan menyertakan 98 bukti awal.
“Dalam permohonan judicial review uji formil ini, Koalisi mengajukan kurang lebih 98 bukti awal,” ujar Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana, di Gedung MK, Rabu, 7 Mei 2025.
Koalisi mengajukan dua tuntutan utama. Pertama, mereka meminta Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan sela yang menunda pemberlakuan UU TNI sampai adanya putusan akhir.
“Kami meminta agar Mahkamah menunda pemberlakuan UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU TNI sampai dengan putusan akhir,” kata Arif.
Kedua, koalisi juga mendesak agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan pelaksana atas UU tersebut selama proses hukum berlangsung. Permintaan itu ditujukan langsung kepada Presiden.
“Kami memohon Mahkamah memerintahkan Presiden untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru, baik berupa peraturan pemerintah maupun peraturan presiden,” ujarnya.
Lebih lanjut, Koalisi Masyarakat Sipil meminta agar Mahkamah menyatakan UU TNI yang baru tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Mereka mendorong agar ketentuan hukum kembali merujuk pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
“Kami ingin UU Nomor 3 Tahun 2025 dinyatakan tidak berlaku, dan UU Nomor 34 Tahun 2004 kembali diberlakukan sepenuhnya,” tegas Arif.
Para pemohon dalam perkara ini terdiri dari tiga individu, yakni aktivis HAM Fathia Maulidiyanti, mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Jentera Eva Nurcahyani, dan aktivis sekaligus putri Presiden Keempat RI, Inayah Wahid.
Mereka didampingi tiga organisasi masyarakat sipil: YLBHI, Kontras, dan Imparsial.[]