Pematang Siantar - Raminah Garingging, sosok dan aktualisasinya dipercakapkan. Raminah, perempuan yang lahir 88 tahun lalu itu, tengah diperjuangkan untuk menjadi seorang maestro dalam kebudayaan.
Raminah selain saksi sejarah Simalungun era kerajaan, juga menjadi pribadi yang melekat dengan aktivitas seni tradisi, terutama tari.
Sultan Saragih dari Sanggar Budaya Rayantara, yang sedang menggarap penulisan buku biografi Raminah, menggalang dukungan, mengajak kerja sama sejumlah pemerhati dan pelaku kebudayaan.
Focus Group Discussion atau FGD mengulas sosok dan sepak terjang Raminah digelar, buah kerja bareng Sanggar Budaya Rayantara dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Universitas Simalungun.
"Op. Raminah Garingging, Perempuan Inspiratif, Jejak Generasi Terakhir Era Rumah Bolon Pematang Purba" demikian tajuk FGD yang dihelat di aula FKIP USI, Jalan Sisingamangaraja XII Pematang Siantar, Sumatra Utara pada Sabtu, 10 September 2022.
FGD diawali dengan suguhan permainan tradisional Simalungun `Sap Sap Sere` dan `Tortor Balang Sahua`.
Dimainkan para pelajar SD RK 7 Jalan Medan Km 6, Pematang Siantar, asuhan Suster Trophia. Ini juga bagian dari hasil workshop bersama Raminah dua bulan sebelumnya.
Program tersebut berlanjut meliputi lima Desa Wisata Siantar Simalungun, dalam pendampingan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh.
Sultan menutur perjalanan Raminah sejak lahir, remaja, dewasa, dan kini sudah menjadi lansia.
Raminah lahir 10 Oktober 1934 di Sorbadolog, Kabupaten Simalungun. Lahir dalam kondisi `balutan`, bayi berselubung seperti bola, yang semula hendak dikebumikan karena diperkirakan sang bayi tidak hidup.
Dalam terminologi tradisi, `balutan` memiliki keistimewaan.
Tuan Sorbadolog, yakni Tuan Likkar Saragih Garingging yang merupakan kakek Raminah, menyelamatkan sang bayi.
Dia memanggil semua orang kampung melalui tawak-tawak atau gong untuk memberitahu agar membuka bayi hingga tujuh lapis dengan biji padi. Tujuh biji padi yang menyelamatkan bayi tersebut kemudian diberi nama Raminah.
Tuan Likkar Saragih Garingging tercatat dalam silsilah buku `Saragih Garingging` disusun oleh Taralamsyah Saragih, pengantar Mansen Purba (1981), garis silsilah di bawah generasi Raja Raya, Tuan Rondahaim Saragih.
Tuan Likkar seorang penganut habonaron. Segala sesuatu berdasarkan petunjuk dan rekomendasi leluhur, baik membuka lahan ladang, menanam, bekerja, panen, maniti ari, melaksanakan adat istiadat, dll.
Generasi selanjutnya Tuan Sorbadolog, yakni Tuan Marton Saragih Garingging gelar Tuan Ikan, ayah dari Raminah, juga memiliki pengetahuan tradisi, panukkunan (tempat bertanya berbagai hal), memiliki kemampuan dihar (bela diri tradisional) dan penyembuh tradisional.
Tuan Marton dikenal dengan Tuan Ikan, karena ia bisa mengambil ikan dengan menadahkan tangan ke dalam air, kemudian ikan akan berdatangan.
Raminah memiliki pengetahuan tradisi, seperti tortor (tari) otodidak, penyembuh tradisional menggunakan herbal (tumbuhan hutan), penutur legenda cerita rakyat yang fasih, memijat tradisional, menyanyi inggou tradisional dan nyanyian rakyat Simalungun, juga panukkunan.
Baca juga:
Tortor Haroan Bolon Dilombakan, tentang Orang Simalungun yang Suka Gotong Royong
Raminah masih melihat Rumah Bolon Sorbadolog saat masih anak-anak, memiliki kesamaan, dan perbedaan dengan Rumah Bolon Pematang Purba.
Rumah Bolon Sorbadolog diberi batas seperti sekat demi sekat, tidak terbuka memanjang. Panjangnya kira-kira 12 m x 10 m. Ada tataring dengan tali rotan tempat air sebelah atas, bila hendak mengambil air tinggal menuangkan.
Selain itu, ia masih ingat tata letak Rumah Bolon, Rumah Rassang, Rumah Etek, Losung Bolon, Paranggiran, aliran sungai, juga melihat langsung ritual kematian kakeknya dengan toping-toping huda-huda dikelilingi kemenyan, dan menari masa anak anak diiringi gual gondrang di halaman Rumah Bolon.
Thompson Hs, penerima Anugerah Kebudayaan kategori Pelestari Opera Batak menyampaikan bahwa maestro adalah ahli di bidangnya. Setidaknya dalam dua generasi sudah mengetahui dinamika kebudayaan.
Pada tahun 2007, Kemendikbud masa Menteri Jero Wacik membuat program bagaimana seorang maestro bisa dihargai, dibuat ketentuan dan syarat, selain ahli hingga dua generasi, ia tidak memiliki penghasilan tetap, dan masih memberikan pengetahuannya dengan generasi baru.
"Berdasarkan pengalaman, saya diberi kepercayaan melakukan verifikasi calon maestro dari Aceh, Syeh Lagenta ahli Tari Seudati, dua calon maestro Opera Batak Zulkaida Harahap dan Alister Nainggolan, di antara 100-an calon maestro lainnya. Saya melihat cara hidup dan tinggal bersama, dari sisi ekonomi masih sederhana," tutur seniman yang kental dengan kultur budaya Batak tersebut.
Pada akhirnya menurut Thompson, Syeh Lagenta mendapat gelar maestro dan dana hibah sebesar Rp 7 juta hingga Rp 20 juta per tahun, menjadi modal untuk hidup dan membagi pengetahuannya.
Mulai saat itu, kata dia, sanggar yang mendampingi tidak lagi sibuk terbeban untuk membiayai kerja dan karya maestro.
Pusat Latihan Opera Batak atau PLOt melakukan MoU dengan dua seniman Opera Batak, Zulkaida Harahap dan Alister Nainggolan untuk terus berbagi pengetahuan dan berkarya, hingga dapat mendirikan rumah.
Op Raminah Garingging (tengah) dan para pembicara dalam FGD. (Foto: Sultan)
"Saya tidak ragu, mudah-mudahan Opung Raminah Garingging berhasil, kita perjuangkan bersama, kita dampingi dan kawal, hingga mendapat penghargaan dengan lencana, pin emas, dan dana hibah," ujarnya.
Ketua DPP Partuha Maujana Simalungun Sarmedi Purba, mengatakan bahwa dirinya adalah seorang dokter. Tapi memiliki hubungan dengan kebudayaan.
Misalnya, kajian medis mengapa Raminah bisa mencapai usia 88 tahun dari segi kesehatan. Kelahiran Raminah juga terbilang istimewa dengan `balutan`.
"Saya memiliki minat dan empati dengan kebudayaan. Kalau kita hendak melompat lebih tinggi dengan cita-cita tinggi, harus mengetahui di mana asal usul dan akar budaya. Bila tidak, ia akan kehilangan identitas. Nenek moyang sudah jauh memiliki pengetahuan dan peradaban yang tinggi, sehingga generasi berikutnya bisa percaya diri untuk tampil maju hingga melintasi negara," jelas dokter kandungan tersebut.
Satu keuntungan menurut Sarmedi, Raminah hadir untuk mewariskan pengetahuan kebudayaan Rumah Bolon. Setelah hilang sejak revolusi sosial 1946, tidak ada lagi raja sebagai pemangku kebudayaan.
"Kita berupaya agar Raminah meraih gelar maestro sebagai kebanggaan Simalungun bersama," tukasnya.
Juita Manurung, seiorang pelaku tradisi, penari dan juga pimpinan Ruma Parsiajaran Inang Nauli Basa, mengungkapkan bahwa Raminah menari karena ingin menari.
"Ia menari dengan jiwanya. Lolos tidak lolos pendaftaran Kemendikbud, ia tetap maestro. Ia seorang organizer. Walau lansia tidak duduk diam di rumah, tapi masih berbagi mewariskan pengetahuannya. Tortor bagian dari katarsis, doa, ekspresi sedih marah, dll. Dalam tradisi, tortor memiliki pakem, makna, cerita dan filosofi sendiri. Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama, Raminah meninggalkan jejak karya dan pengasuhan," terangnya.
Rektor USI Corry Purba memaparkan, Raminah memiliki pola hidup sehat, suka makan sayur, bahkan harus lebih banyak sayur dari nasi.
"Saya mengenalnya sebagai Mak Tua yang bisa mangalut atau memijat, baru belakangan ini tahu bahwa ia bisa menari dan mewariskan tari," tuturnya.
Corry menyebut, sebagai antropolog dia paham bahwa tari memiliki arti dan makna, doa dan pemujaan, bukan hanya untuk pertunjukan panggung.
Raminah kata dia, merupakan sosok perempuan gigih sebentar ke sana sebentar ke sini, waktunya dikorbankan untuk membimbing dan membina generasi.
"Bila tidak bisa berdiri, masih bisa duduk sambil mengajar. Harimau mati meninggalkan belang, Raminah meninggalkan semua perbuatan baik dalam membina budaya Simalungun," katanya.
FGD yang berlangsung dinamis tersebut ditutup dengan Tortor Tolu Sahundulan. Muncul pula kesepakatan bersama untuk mendukung penuh pengusulan Raminah Garingging, sebagai Maestro Seni Tradisi Anugerah Kebudayaan Indonesia 2022. []