Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti sejumlah pasal dalam rancangan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dinilai tidak sejalan dengan Undang-Undang KPK. Beberapa ketentuan dinilai berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut pihaknya sudah menggelar diskusi kelompok terarah (FGD) bersama pakar hukum. Forum ini membedah potensi dampak pasal-pasal RKUHAP yang dianggap bisa mengganggu mandat KPK.
“KPK menggelar FGD dengan ahli hukum untuk membahas implikasi RKUHAP, terutama pasal yang tidak sinkron dengan UU KPK,” kata Budi, Jumat, 11 Juli 2025.
Meski tidak membeberkan detail pasal yang dimaksud, Budi menekankan para ahli hukum sepakat penanganan kasus korupsi perlu tetap diatur secara khusus.
Korupsi, kata dia, tetap harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang memerlukan perlakuan khusus di ranah hukum pidana.
“Korupsi tetap lex specialist dalam KUHP. Ini jadi penekanan para ahli,” ujarnya.
Masukan dari diskusi tersebut, kata Budi, akan menjadi pertimbangan KPK sebelum menyusun sikap resmi.
Terlebih, kewenangan KPK dalam penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan telah dipertegas lewat putusan Mahkamah Konstitusi.
RUU KUHAP sendiri kini masuk daftar Prolegnas Prioritas 2025. DPR menargetkan pembahasan rampung sebelum 2026. KPK berharap pembahasan tidak mengurangi ruang gerak pemberantasan korupsi.[]