News Senin, 25 April 2022 | 18:04

Sering Ditolak Dampingi Klien, DPC Peradi Jaksel Uji Materil Tafsir Pasal 54 KUHAP di MK

Lihat Foto Sering Ditolak Dampingi Klien, DPC Peradi Jaksel Uji Materil Tafsir Pasal 54 KUHAP di MK Pengurus Peradi Jaksel resmi akan mendaftarkan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin , 25 April 2022.(Foto:Istimewa)

Jakarta - Advokat sebagai profesi yang memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan dan berkedudukan sebagai penegak hukum memperoleh perlindungan dan kepastian hukum yang dijamin dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Advokat.

Dalam menjalankan profesinya, advokat sering kali dihadapkan dengan adanya larangan dalam melakukan pendampingan terhadap kliennya yang berkedudukan sebagai saksi pada setiap tingkat pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian, Kejaksaan, terlebih oleh KPK dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 54 KUHAP yang tidak mengatur adanya frasa "saksi" sehingga hak yang diberikan untuk mendapatkan bantuan hukum dalam rangka kepentingan pembelaan dari seorang atau lebih penasihat hukum terbatas kepada tersangka dan terdakwa saja.

Oleh karena itu, dengan tidak adanya kepastian hukum tentang boleh tidaknya saksi didampingi oleh penasihat hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan dengan merujuk Pasal 54 KUHAP menimbulkan kerugian konstitusional kepada para advokat yang ingin mendampingi kliennya yang tersangkut perkara.

Hal tersebut melatarbelakangi Ketua Peradi Jaksel Octolin Hutagalung dan pengurus-pengurus lainnya untuk mengajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konsitusi (MK) dengan menunjuk para advokat tergabung dalam PBH Peradi Jakarta Selatan sebagai kuasanya.

Menurut Octolin dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin, 25 April 2022, selama 41 tahun berlakunya KUHAP, para advokat mengalami hambatan dalam menjalankan profesinya. Sehingga, para Pengurus Ketua Peradi Jakarta Selatan merasa perlu untuk memperjuangkan hak konstitusional para advokat untuk kepentingan pribadi, anggota dan semua advokat di seluruh Indonesia.

Keluhan-keluhan para advokat dalam membela kliennya yang masih dalam status tersangka sudah banyak terjadi terutama di Komisi Pemberantasan Korupsi namun seorang advokat seakan tidak berdaya untuk memaksakan diri untuk mendampingi kliennya.

Bahwa hak seorang Saksi untuk mendapat nasihat hukum, pembelaan hukum termasuk bantuan hukum dijamin dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan seperti UU HAM, UU Perlindungan Saksi dan Korban dan UU Kekuasaan Kehakiman.

Hak tersebut diberikan semata-mata sebagai bentuk perlindungan hukum dan HAM agar tidak menimbulkan potensi seorang saksi akan mendapatkan tekanan, paksaan, bujuk rayu, ancaman kekerasan baik bersifat fisik maupun psikis sewaktu diperiksa untuk mendapatkan keterangan, informasi, maupun pengakuan bahkan kerap kali seorang yang diperiksa sebagai Saksi, tak berselang lama di kemudian hari tanpa pemberitahuan apapun, diubah statusnya menjadi tersangka oleh penyidik, kemudian dipanggil kembali untuk diperiksa sebagai tersangka. Hal ini jelas merugikan hak hukum seorang saksi.

Dalam konteks demikianlah, keberadaan advokat menjadi krusial, yaitu dapat membantu Saksi untuk tidak terperosok ke dalam pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menjebak, yang kemudian menjadi "perangkap" terhadap Saksi. Pertanyaan menjebak yang bertendensi mengejar pengakuan jelas melanggar prinsip bahwa seseorang tidak dapat dipaksa untuk mengakui perbuatan salahnya.

Rika Irianti sebagai kuasa hukum Pengurus Peradi Jaksel yang juga merupakan ketua PBH Jaksel menyampaikan Bahwa PBH Jaksel secara resmi akan mendaftarkan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada Senin , 25 April 2022.

Menurutnya, ketidakpastian hukum terhadap norma Pasal 54 KUHAP tersebut, berakibat langsung terhadap terancamnya profesi para pemohon dalam menjalankan profesinya yang ditujukan untuk melindungi dan membela hak-hak dari kliennya di depan hukum, di mana profesi advokat dalam Undang-Undang Advokat merupakan profesi yang mulia dan sebagai salah satu penegak hukum.

Bahwa dalam permohonan ini, Para Pemohon adalah Advokat yang yang menganggap hak dan/atau Hak Konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Pasal 54 KUHAP yang telah menciptakan ketidakpastian hukum yang diakibatkan munculnya ruang penafsiran terhadap frasa "Guna kepentingan pembelaan" untuk mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan setiap tingkat pemeriksaan tidak hanya ditafsirkan secara limitatif bagi tersangka atau terdakwa tetapi termasuk juga bagi Saksi.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Octolin Dkk meminta MK untuk mengabulkan permohonan dan Pasal 54 KUHAP tetap konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (konstitusional bersyarat) sepanjang frasa hak pembelaan hukum diperuntukkan bukan hanya bagi tersangka atau terdakwa tetapi termasuk juga saksi.

Baik Octolin Hutagalung maupun kuasanya Rika Irianti berharap MK memberikan tafsir terhadap Pasal 54 KUHAP sehingga dapat menghentikan perdebatan dan polemik oleh penegak hukum atas larangan advokat mendampingi saksi yang belum diatur secara tegas dalam KUHAP yang merugikan advokat dan masyarakat akan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya