Hukum Rabu, 13 Juli 2022 | 16:07

Usut Potensi Penyiksaan Terhadap Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat

Lihat Foto Usut Potensi Penyiksaan Terhadap Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat Keluarga Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat. (foto: ist).
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Institute Criminal for Reform Justice atau ICJR mendesak pengungkapan kasus kematian Brigpol Nopryansah Yosua Hutabarat, polisi menyebutnya Brigadir J, dilakukan secara tuntas, akuntabel, dan transparan.

"ICJR menilai tanpa pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan transparan, maka ada potensi tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian bahkan potensi penyiksaan," kata Peneliti ICJR Iftitahsasi dalam keterangan tertulis, Rabu, 13 Juli 2022 diterima Opsi.id.

Disebutnya, berdasarkan keterangan keluarga korban Brigadir J, ditemukan luka di bagian mata, hidung, mulut, dan kaki. 

Informasi lain yang juga harus menjadi perhatian adalah keluarga korban sebelumnya bahkan sempat dilarang untuk melihat jenazah dan membuka pakaian jenazah. 

"Pendalaman mengenai potensi penyiksaan atau tindakan sewenang-wenang yang dialami oleh Brigadir J harus menjadi catatan penyidik," tukas dia.

CCTV yang Misteri

Lebih jauh menurut Iftitahsasi, dalam proses penyidikan kasus ini juga perlu menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana obstruction of justice yang bertujuan menghalang-halangi proses penyidikan. 

Sebagaimana diungkap oleh pihak kepolisian, seluruh kamera CCTV yang ada di kediaman Kadiv Propam disebut sedang rusak pada waktu kejadian. Informasi lain menyatakan ada CCTV yang diganti di kompleks Polri Duren Tiga.

Oleh karena waktunya yang pas dan bersinggungan ini, perlu ada penelusuran lebih lanjut terkait klaim kerusakan CCTV, untuk memastikan ada tidaknya potensi untuk sengaja menghilangkan bukti rekaman CCTV atas kejadian ini. 

"Pasal 221 KUHP mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum," ungkapnya.

Komnas HAM

Disebutnya, untuk memastikan proses penyidikan yang independen dan transparan, Tim Gabungan Pencari Fakta harus dibentuk dan lembaga independen seperti Komnas HAM juga harus dilibatkan. 

Hal ini penting mengingat ada relasi kuasa dalam kasus ini, dimana kejadian ini melibatkan perwira tinggi kepolisian yang menjabat sebagai Kadiv Propam yang rumahnya menjadi TKP. 

Baca juga:

1 Jam Sebelum Tewas di Rumah Ferdy Sambo, Brigadir J Ungkap Pesan ke Ayahnya

Indikasi bahwa pengusutan kasus ini akan sulit berjalan dengan transparan sudah mulai terlihat dari ketika pihak kepolisian baru mengungkap peristiwa ini ke publik pada Senin, 11 Juli 2022 ketika waktu kejadiannya sudah lewat tiga hari. 

Pengawasan

Peristiwa ini kembali mengingatkan bahwa pengawasan internal dari lembaga kepolisian melalui Propam tidak bisa efektif. 

Pengawasan oleh Propam jelas tidak dapat berjalan untuk mengawasi penyidikan semacam kasus ini, yaitu kasus-kasus yang melibatkan adanya konflik kepentingan dan relasi kuasa di tubuh kepolisian. 

ICJR kata Iftitahsasi menilai, harus ada mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan independen.

Baik dalam proses peradilan seperti adanya pengawasan yudisial (judicial scrutiny) dan pengawasan dari penuntut umum dalam fungsi penuntutan, atau pun fungsi pengawasan eksternal yang nampaknya tidak lagi bisa ditempelkan dalam mekanisme Propam Polri. 

"Maka perlu ada perubahan KUHAP untuk memastikan pengawasan dalam sistem peradilan, serta perubahan UU Kepolisian untuk memastikan adanya pengawasan dan kontrol yang lebih efektif terhadap kewenangan dan perilaku kepolisian," tandasnya. []



Berita Terkait

Berita terbaru lainnya