Jakarta - Akademisi Peduli Wadas dan sejumlah lembaga masyarakat sipil mengungkap temuan terkait dokumen analisis dampak lingkungan atau Andal Bendungan Bener di Jawa Tengah, tidak valid baik secara materil maupun formil.
Rina Mardiana selaku narahubung akademisi dan masyarakat sipil mengatakan, pihaknya menemukan bahwa konsultasi publik tidak dilakukan dengan mekanisme yang seharusnya, yang melibatkan dua arah.
Kemudian terdapat klaim sepihak terhadap persetujuan warga, sebab penyusunan Andal mengabaikan penolakan warga Wadas terhadap rencana kegiatan penambangan batuan andesit.
"Analisis risiko dilakukan tidak komprehensif, berpotensi menimbulkan dampak serius baik secara fisik, psikis dan memicu bencana alam lainnya tanpa proses tanggung jawab yang jelas," kata Rina dalam keterangan tertulis, Kamis, 17 Februari 2022.
Selanjutnya bahwa penelitian tidak dilakukan mendalam, hanya sepintas lalu. Terjadi upaya-upaya memaksakan keinginan kepada warga dengan penglibatan aparat keamanan dan struktural melalui aparat desa atau kecamatan.
Baca juga: Ganjar: Banyak yang Menyuarakan Bendungan Bener, Tapi Tak Paham Kondisinya
Pihaknya pula menilai bahwa pembangunan bendungan dan pertambangan adalah kegiatan terpisah menurut UU No 3/2020.
Lalu dari aspek materil, pihaknya kata Rina menemukan bahwa relasi sejarah masyarakat Wadas dan lingkungannya, serta nilai, pengetahuan, dan religiusitasnya tidak menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Andal.
Dikatakannya, dokumen Andal tidak memperhatikan secara serius dampak dari kegiatan pertambangan yang berpotensi terhadap perampasan ruang hidup para perempuan Wadas dan anak untuk mendapatkan perlindungan milik serta akses alamnya yang berkecenderungan besar berdampak ketidakdilan lintas generasi.
Atas temuan itu kata Rina, pihaknya meminta Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut Izin Lingkungan Amdal karena dokumen Andal disusun dengan metode yang tidak valid sehingga tidak layak dijadikan acuan pengambilan keputusan atau kebijakan.
"Menolak penambangan batuan andesit di Desa Wadas. Kami juga meminta agar mengubah watak pembangunan pemerintah yang cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan manusia dan lingkungan, sehingga proyek-proyek serupa harus ditinjau ulang,: kata perempuan yang juga peneliti dari Pusat Studi Agraria IPB itu. []