Jakarta - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menyatakan perlu adanya revisi mengenai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Pemerintah Arab Saudi dinilai mulai menerapkan sistem haji yang berbeda.
Kini Arab Saudi melihat haji menjadi pariwisata dan bisnis, sementara paradigma masyarakat Indonesia masih konvensional, hal ini dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap biaya haji ke depan.
"Nah, berikutnya adalah berarti sistem pendanaan haji gimana? Masih kompatibel enggak undang-undangnya? Baik dengan Undang-Undang BPKH ataupun dengan Undang-Undang Haji dan Umrah. Karena masalah ini terus nih, ini bukan masalah sederhana. Ini transisi sistematik," kata Diah dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin, 30 Mei 2022.
"Ini seratus ribu jemaah loh. Bukan total kuota loh. Kita sudah merasa berat, belum nanti kapasitas Mekkah akan ditambah, iya kan? Kalkulasinya dengan dana haji apabila kita tidak mengubah sistem, atau melakukan review undang-undangnya, kita tidak bisa jalan. Karena ada perubahan sistem penyelenggaraan haji yang ditawarkan Saudi, kalau kita masih punya ruang bicara dengan Saudi," sambungnya.
Di sisi lain, politisi PDI Perjuangan ini juga menuturkan bahwa adanya permasalahan kekurangan dana biaya haji 2022 sebesar Rp 1,5 triliun merupakan persoalan teknis, perencanaan dan penyelenggaraan.
Dia juga berharap permasalahan ini untuk dapat segera diselesaikan, mengingat keberangkatan haji tinggal beberapa hari lagi.
"Kita harus segera ketok, karena panitia haji harus mulai bekerja. Tapi sekali lagi, ini lembaga tinggi negara. Kita terikat undang-undang, terikat proses, terikat prosedur, yang kita tidak boleh cacat prosedur. Dan ada beberapa catatan PR, menurut saya, salah satunya revisi ya, Undang-Undang BPKH dan Undang-Undang Haji, karena kita mulai melihat bahwa Arab Saudi mulai menerapkan sistem haji yang berbeda," ucap Diah.[]