Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) dr. Ade Firmansyah Sugiharto menyinggung perihal keberadaan luka sayatan yang terdapat di belakang telinga Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
"Selain tanda-tanda pembusukan, tadi tentunya kita lihat jelas adanya bentuk-bentuk jenazah pascadiautopsi, mulai dari adanya sayatan untuk membuka kepala (red. menunjuk belakang telinga kanan) yang biasanya juga dilakukan mulai dari tonjolan tulang mastoid kanan ke arah kiri," kata Ade Firmasnyah saat jumpa pers di RSUD Sungai Bahar Jambi, Rabu, 27 Juli 2022.
Selain itu, kata dr. Ade, bukti bekas sebelumnya sempat dilakukan autopsi terhadap Brigadir J, adanya sayatan lurus huruf I mulai dari dagu sampai ke tulang kemaluan.
Baca juga: Dokter Forensik Akui Temukan Luka di Jasad Brigadir J
"Itu memang suatu standar teknik autopsi yang biasa dilakukan di sini, serta juga ada tadi tanda-tanda telah dilakukan embalming atau formalin," tuturnya.
Selain luka-luka diduga bekas autopsi itu, luka lainnya yang terdapat pada jasad almarhum Yosua akan dipelajari lagi menggunakan mikroskopik di Laboratorium Patologi Anatomic Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
"Tentunya membutuhkan waktu, konklusinya adalah setelah nanti adanya pemeriksaan laboratorium untuk memastikan betul apakah itu betul luka atau tidak, karena pada saat terjadi pembusukan, tentunya kita harus sangat berhati-hati," katanya.
Jenazah Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat. (Foto: Twitter)
Baca juga: Lapor Autopsi Brigadir J ke Polisi, Tim Forensik Klaim Kerja Independen
"Warna merah di tubuh itu bisa saja merupakan postmortem staining yang atau postmortem discoloration yang harus kita pastikan dengan pemeriksaan mikroskopik. Harus kami pastikan juga apakah luka itu terjadi sebelum kematian ataupun terjadi setelah kematian" lanjutnya.
dr. Ade mengeklaim, pihaknya bekerja secara independen dan imparsial dalam melakukan ekshumasi ke jasad Yosua alias tidak ada yang mengintervensi mereka.
"Di manapun, apapun seragamnya, pasti akan bersikap secara independen dan imparsial, karena kita pun memiliki pedoman etik standar disiplin profesi serta penjagaan kompetensi selama 5 tahun sekali," kata dr. Ade Firmansyah. []