News Senin, 14 Februari 2022 | 09:02

Dosen UGM: Kekerasan di Wadas Persis Tragedi Kedung Ombo era Soeharto

Lihat Foto Dosen UGM: Kekerasan di Wadas Persis Tragedi Kedung Ombo era Soeharto Sejumlah warga yang sempat ditahan polisi tiba di halaman masjid Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu, 9 Februari 2022. foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah/wsj

Jakarta - Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Herlambang P. Wiratman berpendapat, kekerasan dan intimidasi yang menimpa warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Jawa Tengah mirip dengan tragedi Kedung Ombo era Soeharto. Bedanya, kali ini ada serangan siber dan intimidasi menimpa akademisi, aktivis, dan jurnalis.

Wiratman menilai penangkapan 67 warga dan pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta di Wadas mirip dengan cara rezim Orde Baru dalam pembangunan Waduk Kedung Ombo. Insiden mengerikan itu terjadi pada 1980-1991 di Kabupaten Boyolali, Grobogan, dan Sragen.

Kala itu, pemerintah rezim Soeharto melancarkan kekerasan, teror, dan intimidasi terhadap warga yang menolak proyek itu.

Baca juga: Polisi Tangkap Warga Wadas, Fadli Zon: Sebenarnya Pembangunan Ini untuk Siapa?

"Persis di Kedung Ombo dan waduk Nipah," kata dia saat dihubungi wartawan, dikutip Opsi, Senin, 14 Februari 2022.

Menurut dia, penangkapan warga dan pengacara publik LBH Yogyakarta itu termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kategori kejahatan kemanusiaan, karena melibatkan aparatur negara secara sistematis.

Kata dia, ada komando untuk memadamkan listrik, memperlambat akses internet, meneror aktivis HAM, aktivis, akademisi melalui serangan siber. Di sisi bersamaan, ada juga serangan dan intimidasi terhadap jurnalis. Herlambang mengaku telah mendengar rencana pengerahan pasukan polisi untuk pengukuran lahan sehari sebelumnya.

Menurut dia, pihak yang paling bertanggung jawab terhadap pengerahan polisi yang berlebihan itu hingga menyebabkan intimidasi dan kekerasan menimpa warga Wadas adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Kapolda Jawa Tengah.

Baca juga: KontraS Kecam Penyerbuan dan Kriminalisasi Polisi ke Warga Desa Wadas

Proyek Bendungan Bener yang akan menggunakan batuan andesit sejak awal bermasalah karena tidak mengantongi izin analisis mengenai dampak lingkungan atau AMDAL.

Bila proyek itu tetap dilanjutkan, maka menurut Herlambang telah terjadi otoritarianisme dan kemunduran demokrasi di Indonesia.

Menurutnya, hal ini menandakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi beserta aparat hukum atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) tidak berkomitmen pada konstitusi, yakni perlindungan hak dasar setiap warga negara.

Dia berpandangan, pemerintah Indonesia keliru mengelola negara hingga berdampak pada kejahatan kemanusiaan dan kerusakan lingkungan. Situasi ini jelas tidak sesuai dengan komitmen pemerintah di berbagai forum internasional, yaitu menjaga kelestarian lingkungan.

"Pemaksaan pembangunan infrastruktur," kata dia.

Sebelumnya, ratusan polisi mendatangi Desa Wadas pada Selasa, 8 Februari 2022. Mereka ke sana untuk mengawal pengukuran tanah yang akan dijadikan area penambangan batuan andesit. Batuan andesit ini akan menjadi material utama pembangunan Bendungan Bener.

Polisi malah menangkapi 67 warga Wadas yang sejak awal menolak rencana penambangan tersebut karena berpotensi merusak lingkungan. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya