Jakarta - Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengaku mendapatkan banyak informasi dan masukan soal bagaimana penanganan narkotika di Indonesia ke depannya. Saat ini bahkan untuk rehabilitasi saja, seolah menjadi bisnis gelap industri pemerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Menurut Habiburokhman, rehabilitasi bagi pengguna narkoba sekarang ini juga dipertanyakan, apakah benar rehab di sini telah memenuhi standar untuk membuat user menjadi sembuh dan bisa kembali ke masyarakat.
"Atau apakah hanya semacam institusi stempel. Orang yang tidak mau masuk penjara, masuk rehabilitasi, deal dengan angka tertentu dengan penegak hukum," kata Habiburokhman saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PKNI, Senin, 19 September 2022.
Baca juga: Penyelewengan UU Narkotika, PKNI: Aparat Malah Memeras Korban Napza
Di sisi bersamaan, politisi Gerindra itu mengaku sudah beberapa kali keliling Indonesia dengan mengunjungi lembaga pemasyarakatan. Di situ ia menemukan data sebanyak 70% penghuni lapas yang over capacity diisi oleh mayoritas pengguna narkoba.
Habiburokman lantas menyinggung pasal karet di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Menurutnya, `penyelewengan` yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dapat dilakukan sesuai dengan penafsiran dalam salah satu pasal yang termaktub di UU tersebut.
"Anda mau rehab sebagai pengguna atau ke penjara sebagai pengedar atau bandar, itu dipermainkan, pasalnya di-nego dan lain sebagainya," kata dia.
Berikutnya, ujar Habiburokhman, setelah seseorang mengalami proses menjadi pengguna lalu berhadapan dengan hukum hingga orang itu sembuh dari narkoba, namun timbul persoalan baru.
Orang yang pernah tersandung kasus narkoba tentu saja sudah terdata oleh aparat. Namun, di kemudian hari bisa ditangkap lagi karena sang penegak hukum mengejar target prestasi menangkap berapa banyak pengguna dan hal ini bersinggungan pula dengan industri pemerasan.
"Dia kemudian dijadikan target, dicari-cari, dipancing-pancing, untuk kembali terlibat dan ditangkap kembali karena penegak hukumnya mengejar target prestasi telah menangkap sekian orang atau soal industri pemerasan itu tadi," tuturnya.
Habiburokhman pun tidak mau menyalahkan aparat dengan tunjuk sana-tunjuk sini. DPR dalam hal ini bisa mengakomodir menyoal revisi UU Narkotika, untuk dilakukan perbaikan agar tidak terjadi tebang pilih ke depannya. Bagi pengguna narkoba dari kalangan masyarakat miskin pun harus mendapatkan haknya direhab.
"Harus ada demarkasi yang jelas antara pengguna dan bandar. Kalau pengguna enggak usah ada banyak basa-basi, enggak ada tawar-menawar langsung rehabilitasi yang dibiayai oleh negara," ucapnya.
"Jadi tidak ada rehabilitasi sana-sini, enggak punya uang enggak dipungut bayaran baru diselesaikan. Kalau tidak, mau sampai kapan negara kita seperti ini," kata Habiburokhman. []