Jakarta - Perwakilan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) Wan Traga Duvan Baros menilai penerapan dan penyelewengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika berdampak pada meningkatnya pemenjaraan dan pemerasan terhadap pengguna narkoba dan keluarga korban.
"Kita lihat penjara saat ini over crowded, terus juga banyak masyarakat Indonesia yang dirugikan karena ada beberapa pasal karet di dalam UU tersebut," kata Wan Traga dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, dikutip Opsi, Senin, 19 September 2022.
Menurut Wan Traga, pengguna narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) justru dijadikan target tangkapan oleh aparat penegak hukum. Korban di sini malah digunakan menjadi celah transaksional oleh aparat. Maka terjadilah penyelewengan UU Narkotika.
Dalam datanya, Wan Traga menyebutkan 90 persen pengguna Napza mengalami upaya paksa yang melanggar HAM yang dilakukan oleh aparat. Seperti paksaan untuk mengambil barang bukti, korban mendapatkan kekerasan verbal dan kekerasan fisik, hingga pemerasan.
"Seperti contohnya barang bukti Napza tidak ada di badan kita, tapi kita disuruh paksa ambil. Itu biasanya dilakukan dengan kekerasan. Kalau tidak mau ambil, kekerasan fisik akan keluar di situ," tuturnya.
"Karena kan syarat tertangkap tangannya narkotika itu, narkotik harus ada di tangan orang tersebut. Kalau enggak, maka dia tidak sah tertangkap tangan," lanjutnya.
Wan Traga menekankan, korban sudah pasti mendapatkan kekerasan verbal dan kekerasan fisik, hingga pemerasan.
"Yang paling banyak kasus kita temui adalah pemerasan. Baik itu ke keluarga korban ataupun ke korbannya sendiri," ucapnya.
Maka itu pihaknya mendorong Komisi III DPR untuk merevisi UU Narkotika. Dia maukan, pemerintah seharusnya melakukan upaya yang lebih mengedepankan kesehatan masyarakat serta pendekatan HAM yang saat ini tidak cukup diakomodir dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Karena sesungguhnya pengguna narkotika adalah korban yang mengalami penderitaan fisik, mental dan kerugian ekonomi yang diakibatkan tindak pidana narkotika," ujarnya.
Wan Traga menandaskan, bantuan hukum yang tidak tersedia ini mengakibatkan potensi terjadinya berbagai pelanggaran HAM, serta layanan rehabilitasi paksa yang melanggar hak atas kesehatan.
"Hentikan pemenjaraan pengguna Napza. Sekarang lapas saja sudah over crowded. Isinya semua itu adalah pengguna narkotika," kata dia. []