News Rabu, 13 Juli 2022 | 11:07

Ekonomi Sri Lanka Hancur, Presiden Gotabaya Rajapaksa Kabur

Lihat Foto Ekonomi Sri Lanka Hancur, Presiden Gotabaya Rajapaksa Kabur Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa. (foto: ist).

Jakarta - Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa melarikan diri dari negara itu pada Rabu pagi atau beberapa jam sebelum dia akan mengundurkan diri dari jabatannya, kata dua narasumber kepada Reuters, dikutip 13 Juli 2022.

Rajapaksa rencananya akan mengundurkan diri di tengah protes yang meluas atas langkah penanganannya terhadap krisis ekonomi yang menghancurkan Sri Lanka.

Rajapaksa, istri dan dua pengawalnya pergi dengan pesawat Angkatan Udara Sri Lanka, kata seorang pejabat imigrasi kepada Reuters.

Seorang sumber pemerintah mengatakan Rajapaksa berangkat ke Male, ibu kota Maladewa. Presiden Sri Lanka itu kemungkinan besar akan melanjutkan perjalanan ke negara Asia lainnya dari sana, kata sumber itu.

Pejabat imigrasi mengatakan pihak berwenang berdasarkan hukum tidak dapat mencegah presiden yang masih menjabat untuk meninggalkan negara itu.

Rajapaksa akan mengundurkan diri sebagai presiden pada Rabu untuk memberi jalan bagi sebuah pemerintah persatuan di Sri Lanka, setelah ribuan pengunjuk rasa menyerbu kediaman resminya dan perdana menteri negara itu pada Sabtu, 9 Juli 2022, untuk menuntut penggulingan mereka.

Presiden Rajapaksa belum terlihat di depan umum sejak Jumat, 8 Juli 2022. Sementara Parlemen Sri Lanka akan memilih penggantinya pada 20 Juli.

Keluarga Rajapaksa, termasuk mantan perdana menteri Mahinda Rajapaksa, telah mendominasi politik negara berpenduduk 22 juta jiwa itu selama bertahun-tahun.

Sebagian besar warga Sri Lanka menyalahkan mereka atas masalah yang terjadi saat ini. Ekonomi Sri Lanka yang bergantung pada pariwisata sangat terpukul oleh pandemi Covid-19 dan penurunan pengiriman uang dari warganya yang bekerja di luar negeri, sementara larangan penggunaan pupuk kimia telah menurunkan hasil pertanian. Larangan itu kemudian dibatalkan.

Pemerintahan keluarga Rajapaksa menerapkan pemotongan pajak populis pada 2019 yang memengaruhi keuangan pemerintah sementara penyusutan cadangan devisa negara telah membatasi impor bahan bakar, makanan dan obat-obatan.

Penggunaan bahan bakar di negara itu sangat dijatah dan antrean panjang terbentuk di depan toko-toko yang menjual gas untuk memasak.

Inflasi utama di Sri Lanka mencapai 54,6 persen pada Juni dan bank sentral telah memperingatkan bahwa itu bisa naik menjadi 70 persen dalam beberapa bulan mendatang. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya