News Minggu, 03 April 2022 | 19:04

Germak Endus Permainan Kartel Minyak Goreng di Indonesia

Lihat Foto Germak Endus Permainan Kartel Minyak Goreng di Indonesia Sekda Kota Cirebon Agus Mulyadi (kemeja putih) saat sidak minyak goreng. (Foto: Opsi/Charles)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Gerakan Masyarakat Awasi Kartel (Germak) menyebut ada hantu di Indonesia, yakni kelangkaan minyak goreng

Masyarakat mulai merasakan kelangkaan minyak goreng dari sawit (MGS) sejak akhir tahun 2021 dan menjadi tidak terkendali pada Februari-awal Maret 2020. 

Ini terjadi di Indonesia yang dikenal sejak tahun 2006 sebagai negara pengekspor crude palm oil (CPO), bahan baku MGS terbesar di dunia. 

Tahun 2021, menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) produksi CPO Indonesia mencapai 46,8 juta ton dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun.

Produksi Minyak Goreng Sawit (MGS) baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan ekspor sebenarnya selalu mencukupi. 

Pada tahun 2021 total produksi MGS sebesar 22,4 juta kilo liter, sedangkan untuk ekspor MGS sebesar 11,82 juta ton setara 13,13 juta kilo liter dan untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 5,8 juta kilo liter (25 persen dari produksi dalam negeri).

Dengan postur bisnis seperti itu, semestinya MGS tidak langka di Indonesia. Jika sampai terjadi antrean mengular rakyat di banyak tempat dikarenakan kelangkaan MGS di pasaran, sudah jelas itu bisa terjadi karena dua hal. 

Baca juga: Desak Mendag Lutfi Tetapkan Tersangka Mafia Minyak Goreng, MAKI Ajukan Gugatan Praperadilan

"Buruknya tata niaga dan distribusi atau adanya permainan kartel MGS terutama mereka yang memiliki kekuatan monopoli dan oligopoli dari hulu ke hilir atas produk MGS termasuk bahan baku MGS, dalam hal ini produk CPO," tutur Roy Salam dari Indonesia Budget Center, bagian dari Germak, dalam siaran persnya, Minggu, 3 April 2022.

Dia menyebut, untuk mengantisipasi kelangkaan dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan minyak goreng, Kementerian Perdagangan telah melakukan berbagai inisiatif.

Seperti melakukan operasi pasar dengan harga Rp 14.000 dengan target 11 juta liter, kebijakan satu harga, kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) CPO serta produk turunannya melalui Permendag Nomor 2 dan 8 Tahun 2022, kebijakan harga eceran tertentu (HET) melalui Permendag Nomor 6 Tahun 2022. 

Awal Maret 2022, Menteri Perdagangan pernah menyatakan total DMO yang terkumpul 573.890 ton dan yang terdistribusi 415.787 ton dalam bentuk minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan ke pasar. 

Jumlah DMO tersebut melebihi perkiraan kebutuhan konsumsi satu bulan yang mencapai 327.321 ton. Akan tetapi dengan berbagai kebijakan tersebut, ternyata MGS tetap saja menjadi langka di pasaran dan kemudian harga MGS kemasan menjadi melambung tinggi setelah dilepas ke mekanisme pasar. 

Baca juga: Awal Ramadan, Harga Minyak Goreng Tembus Rp 30 Ribu Per Liter

"Kinerja Menteri Perdagangan kemudian menjadi dipertanyakan. Kenapa masih terjadi kelangkaan?" beber Roy Salam.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan bahwa konsentrasi pasar MGS di Indonesia dikuasai oleh empat produsen sebesar 46,5 persen. Dengan sedikitnya pemain atau penguasa bisnis di sektor MGS, maka memungkinkan timbulnya adanya monopoli dan pengaturan harga MGS kemasan. 

"Bahkan lebih jauh, mereka dapat membuat terhambatnya program stabilitas harga MGS yang dilakukan oleh pemerintah," tukas Roy. 

Problem langkanya MGS di bulan Februari-Maret yang kesulitan ditangani oleh Kemendag diduga salah satunya terjadi karena para produsen  atau pemilik pabrik MGS menahan barang produksi. 

Baca juga: Sidak ke Pasar, Jokowi Temukan Harga Minyak Goreng Curah di Atas HET

"Atau dengan kata lain, praktik kartel dan monopoli juga oligopoli dapat benar-benar nyata terjadi dan menyebabkan dampak sosial dan ekonomi serius dalam konteks penyediaan sumber daya esensial publik yang jaminan ketersediaannya dijamin oleh konstitusi dan menjadi tanggung jawab negara untuk mengadakannya dengan harga terjangkau," terangnya.

Pada pertengahan Maret 2022, pemerintah merombak total kebijakan MGS dari semula berbasis perdagangan menjadi kebijakan berbasis industri melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). 

Permenperin Nomor 8 Tahun 2022 mengatur tata kelola bisnis dan program minyak goreng curah bersubsidi mulai dari registrasi, produksi, distribusi, pembayaran klaim subsidi, larangan, dan pengawasan.

Ditetapkan harga minyak goreng curah bersubsidi dengan HET Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram dan MGS kemasan menggunakan harga pasar, diharapkan dengan adanya MGS curah subsidi dapat mengimbangi permintaan MGS kemasan dan juga dapat ikut menstabilkan harga.[]

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya