Medan - Suku Pakpak salah satu suku yang ada di Sumatra Utara. Kerap disebut Kalak Pakpak atau Orang Pakpak.
Suku ini berdiam dan tersebar di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan ada juga di Manduamas, Kabupaten Tapanuli Tengah serta Kabupaten Aceh Singkil.
Diperkirakan populasinya mencapai 600 ribu jiwa. Kalak Pakpak sendiri kaya dengan tradisi yang diwariskan leluhur mereka.
Tradisi kuliner atau penganan salah satunya masih cukup banyak dilestarikan warga Kalak Pakpak.
Salah satunya adalah penggunaan ikan Batang Lae. Bentuk penganan tradisional yang masih melekat di kalangan Kalak Pakpak.
Dikutip dari wisatakalakpakpak.blogspot.com, ikan Batang Lae sudah sangat familiar. Sampai saat ini bahkan selalu digunakan sebagai makanan utama dalam acara-acara sakral.
Seperti menerbeb, merre nakan peddas, meneppuh babah, mengido sodip, dll.
Ikan Batang Lae ini dipilih sebagai makanan utama pada acara-acara sakral karena dianggap ikan ini memiliki filosofi yang kuat bagi kehidupan suku Pakpak.
Ikan Batang Lae atau dalam bahasa Indonesia disebut ikan Jurung atau ikan Hampala, senang dengan tantangan.
Ikan ini hidup di air yang mengalir deras dan selalu melawan arus air dan berenang ke hulu sungai.
Cara pengolahan dan penyajian ikan Batang Lae ini pun terbilang sangat unik.
Untuk pengolahannya, ikan ini tidak dimasak ataupun digoreng. Melainkan dibungkus menggunakan daun oncim (sejenis daun aren) yang telah diberi garam terlebih dahulu.
Baca juga:
Sebelum Berperang, Orang Pakpak Disuguhi Makanan Khas Bernama Pelleng
Lalu dipanggang selama beberapa hari hanya menggunakan asap dari perapian. Ikan akan menjadi lunak, dan karena hanya menggunakan asap, ikan ini bisa bertahan tanpa basi sampai beberapa minggu.
Kemudian cara menyajikan ikan ini sebelum dikonsumsi, juga terbilang unik.
Ikan Batang Lae ini tidak dipotong-potong, tetapi dibuatkan di atas piring yang berisi nasi dan ikan dibuat berdiri tegak.
Menerbeb
Upacara menerbeb ini merupakan warisan budaya takbenda yang sudah diregistrasi oleh Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan pada 1 Januari 2010 lalu.
Menerbeb adalah upacara adat di sekitar kampung (kuta) dan rumah tangga yang masih sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari Kalak Pakpak.
Bertujuan untuk penghormatan dan permohonan doa restu (sodip) dari orang tua atau orang yang dituakan.
Biasanya dilakukan oleh sekelompok individu atau keluarga inti.
Waktu pelaksanaannya tidak terjadwal, artinya kapan saja seseorang ingin atau berhasrat dapat melakukannya.
Ikan Batang Lae. (Foto: wisatakalakpakpak.blogspot.com)
Saat-saat yang umum dilakukan adalah ketika seseorang mendapatkan rezeki atau berkat. Misalnya mendapatkan pekerjaan, naik pangkat, hasil kebun atau hasil yang ladang berlimpah, saat anak tamat sekolah, saat hendak kawin, kembali dari perantauan dan saat-saat lainnya.
Kebalikannya banyak juga dilakukan karena adanya perasaan kekurangan berkat atau rezeki, misalnya karena tetap miskin, tidak mendapat keturunan, sering sakit, sering bertengkar dan sebagainya.
Idealnya dilakukan pada pagi hari (perkeke matanian) yang bermakna meningkatkan rezeki dan berkat seperti matahari terbit.
Hal penting lainnya adalah agar dilakukan dengan tidak melakukan koordinasi langsung kepada pihak yang hendak diberi makanan (diserbeb).
Untuk mengetahui informasi tentang keberadaan pihak yang hendak diberi, maka informasi diperoleh melalui pihak ketiga.
Tujuannya agar terjadi kejutan kepada pihak yang hendak diberikan (diserbeb).
Bahan-bahan untuk upacara menerbeb adalah berupa pakaian dan lauk pauk.
Jenis pakaian dapat berupa sarung, selimut, baju panas atau pakaian lainnya, tergantung hasrat dengan mempertimbangkan selera pihak yang diberi.
Lauk yang disediakan untuk menerbeb oleh pihak pemberi, idealnya adalah ikan jurung (ikan Gemmuh) yang dimasak khusus khas masakan tradisional Pakpak yang disebut dengan ikan Binenem.
Mekanisme pelaksanaannya dilakukan dengan mendatangi pihak yang hendak diserbeb tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Setelah tiba di rumah, maka serta merta digelar tikar dan dihidangkan makanan yang telah dibawa dari rumah pemberi. Kemudian memanggil pihak yang hendak diberikan makanan tersebut.
Khusus kepada personal yang hendak diberi makan (diserbeb), makanan disajikan dalam piring pinggan dengan nasi ditekan dan di atasnya diletakkan ikan.
Selanjutnya piring pinggan yang telah berisi nasi dan ikan (lauk) diletakkan di atas sumpit (kembal) untuk selanjutnya disodorkan dengan memegang ujung piring pinggan, baik oleh pemberi maupun oleh penerima.
Kerabat lain yang ikut serta disediakan nasi di piring masing-masing. Pada saat penyerahan pihak pemberi mengucapkan agar makanan dan pakaian yang diberikan mendatangkan kesehatan dan panjang umur.
Selain itu agar penerima berkenan memberi nasihat dan berkat (sodip) kepada pihak pemberi sehingga tercapai cita-cita dan keinginannya.
Serta merta penerima akan memberikan nasihat singkat dan memberkati pihak pemberi agar diberikan Tuhan rezeki yang berlimpah, sehat walafiat dan memperoleh cita-cita yang diidamkan.
Selesai penyerahan dilanjutkan dengan acara doa bersama serta makan bersama. Setelah selesai acara makan, dilanjutkan dengan pemberian kata-kata nasihat yang sifatnya meluas dan berbeda dengan sebelum makan yang sifatnya hanya berupa pemberian berkat.
Akhirnya ditutup dengan sesuai dengan kepercayaan masing-masing dan saling bersalam-salam. []