Jakarta – Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menargetkan percepatan realisasi 18 proyek hilirisasi prioritas.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi, Bahlil Lahadalia, menyatakan proyek-proyek senilai lebih dari Rp 16 triliun tersebut ditargetkan mulai dikerjakan pada 2026.
Arahan ini disampaikan Prabowo dalam rapat terbatas mengenai percepatan hilirisasi di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis, 6 November 2025.
Rapat tersebut juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani.
"Tadi kami sudah membicarakan... arahan Bapak Presiden dari 18 proyek yang sudah selesai pra-FS dan sudah dibicarakan dengan Danantara, tadi Pak Rosan juga, kita akan selesaikan di tahun ini untuk semuanya dan di 2026 langsung pekerjaan di lapangan bisa berjalan," ungkap Bahlil seusai rapat.
Bahlil menjelaskan bahwa Satgas Hilirisasi telah menyerahkan dokumen pra-feasibility study (pra-FS) kepada BPI Danantara.
Pihak Danantara kini diminta untuk segera menyelesaikan dokumen feasibility study (studi kelayakan) akhir untuk seluruh proyek paling lambat akhir tahun 2025.
Penyelesaian FS ini menjadi kunci agar pengerjaan fisik di lapangan dapat dimulai tepat waktu pada 2026.
Bahlil menekankan bahwa ke-18 proyek ini tidak hanya tentang besaran investasi, tetapi juga dampak ekonomi yang signifikan.
Proyek-proyek ini diproyeksikan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi melalui pembukaan lapangan pekerjaan yang luas dan produksi barang hilir yang dapat menggantikan produk impor.
"Ini akan menciptakan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan produk-produknya itu menjadikan sebagai substitusi impor. Salah satu di antaranya adalah menyangkut dengan DME (Dimethyl Ether dari batubara)," beber Bahlil.
Daftar 18 Proyek Hilirisasi Prioritas
1. Smelter Aluminium (Bauksit) di Mempawah, Kalbar (Rp 60 T - 14.700 pekerja)
2. Industri DME (Batu Bara) di Bulungan, dll. (Rp 164 T - 34.800 pekerja)
3. Industri Aspal di Buton, Sultra (Rp 1,49 T - 3.450 pekerja)
4. Industri Mangan Sulfat di Kupang, NTT (Rp 3,05 T - 5.224 pekerja)
5. Industri Stainless Steel Slab (Nikel) di Morowali, Sulteng (Rp 38,4 T - 12.000 pekerja)
6. Industri Cooper Rod, Wire & Tube di Gesik, Jatim (Rp 19,2 T - 9.700 pekerja)
7. Industri Besi Baja (Pasir Besi) di Kab. Sarmi, Papua (Rp 19 T - 18.000 pekerja)
8. Industri Chemical Grade Alumina (Bauksit) di Kendawangan, Kalbar (Rp 17,3 T - 7.100 pekerja)
9. Industri Olresin (Pala) di Kab. Fakfak, Papua Barat (Rp 1,8 T - 1.850 pekerja)
10. Industri Oleofood (Kelapa Sawit) di Kaltim (Rp 3 T - 4.800 pekerja)
11. Industri Nata de Coco, MTC, dll. (Kelapa) di Tenayan, Riau (Rp 2,3 T - 22.100 pekerja)
12. Industri Chlor Alkali Plant (Garam) di Aceh, dll. (Rp 16 T - 33.000 pekerja)
13. Industri Fillet Tilapia (Ikan) di Banten, Jabar, Jateng, Jatim (Rp 1 T - 27.600 pekerja)
14. Industri Carrageenan (Rumput Laut) di Kupang, NTT (Rp 212 M - 1.700 pekerja)
15. Oil Refinery di Lhokseumawe, dll. (Rp 160 T - 44.000 pekerja)
16. Oil Storage Tanks di Lhokseumawe, dll. (Rp 72 T - 6.960 pekerja)
17. Modul Surya Terintegrasi (Bauksit & Silika) di Batang, Jateng (Rp 24 T - 19.500 pekerja)
18. Industri Biovavtur (Used Cooking Oil) di Marunda, dll. (Rp 16 T - 10.152 pekerja)
Dengan realisasi proyek-proyek strategis ini, pemerintah berharap dapat mendorong transformasi ekonomi Indonesia yang lebih bernilai tambah, mandiri, dan berkelanjutan.[]