Jakarta - Politisi Partai NasDem Saan Mustopa mengkhawatirkan bahaya laten polarisasi ekstrem di Pilpres 2024. Senada, politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni juga khawatir akan hal demikian. Toni menyampaikan, dengan adanya tiga pasang kandidat di Pilpres 2024 bisa mengurangi polarisasi yang terjadi pada Pemilu 2019, di mana implikasinya masih terasa saat ini lebih bisa diantisipasi dan dimitigasi.
Menanggapi itu, Sekjen Jokpro 2024 Timothy Ivan Triyono mengaku senang dan gembira bahwa sudah mulai banyak politisi yang menyadari bahwa polarisasi ekstrem bahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Namun, Timothy menyebut, pernyataan Toni yang menyampaikan bahwa dengan adanya tiga pasangan calon itu akan meredam polarisasi, menurutnya, sikap PSI masih sangat naif. Sebab, dengan adanya tiga pasangan itu justru sulit untuk mencari pemenang pemilu dan pilpres.
"Karena kan berdasarkan pertaturan perundang-undangan, pemenang pilpres itu harus memeroleh suara 50 persen plus satu. Sedangkan kalau calonnya tiga, empat, lima, atau bahkan calonnya sepuluh pasti sangat sulit bagi pasangan calon memperoleh 50 persen plus satu," kata Timothy seperti dikutip dari kanal Youtube Jokpro yang bertajuk Opini Jokpro, Rabu, 11 Mei 2022.
Timothy menambahkan, apabila suara 50 persen plus satu itu tidak bisa tercapai dan tidak bisa dipenuhi oleh salah satu pasangan calon maka akan terjadi putaran kedua. Pada saat putaran kedua, pasti akan terjadi lagi head to head, satu lawan satu.
Kemudian, apabila terjadi head to head maka polarisasi itu akan terjadi sehingga banyaknya pasangan calon yang berkontestasi dalam pemilihan presiden itu dipandangnya tidak akan efektif untuk meredam polarisasi.
"Jadi sangat naif bila kita beranggapan jika presidential threshold nol persen, semakin banyak pasangan calon yang maju yang bisa berkontestasi dalam pilpres maka polarisasi otomatis akan hilang akan teredam, tidak! Justru itu akan memperpanjang proses pemilihan presiden akan menghabiskan banyak anggaran, kan harus ada putaran kedua dan masyarakat terpolarnya akan semakin lama begitu, tidak efektif," ujarnya.
Ia pun tak sepakat dengan usulan agar mengimbau para elite tak mengunakan isu politik identitas dalam Pilpres. Menurutnya, sangat naif usulan ini karena partai politik dan elite politik ini pasti butuh memenangkan pasangan calonnya.
"Seandainya memang politik identitas dan isu primordialisme ini bisa menjadi komoditas politik yang sangat empuk guna memenangkan pasangan calonnya, maka kita tidak akan bisa melarang, kita tidak akan bisa mencegah elite politik menggunakan isu itu sebagai senjata mereka untuk menjatuhkan lawan," katanya.
Maka dari itu, Jokpro 2024 tidak ingin mengambil resiko dengan usulan-usulan tersebut. Sehingga bagi Jokpro 2024, usulan memasangkan Jokowi dan Prabowo di Pilpres 2024, merupakan usulan terbaik bagi keutuhan bangsa dan negara ini.
"Jokpro sepakat dengan apa yang disampaikan oleh bang Saan Mustopa dan disampaikan oleh bang Toni dari PSI mengenai adanya bahaya laten polarisasi ekstrem, tetapi mengenai solusinya Jokpro tidak sepakat," kata Timothy.
Ia pun menyebut, Jokpro menginginkan polarisasi ekstrem itu hilang dengan memasangkan Jokowi dan Prabowo di pilpres 2024. Menurutnya, ini sangat penting karena apabila kedua tokoh disatukan maka akan melawan kotak kosong. Dengan dilawannya kotak kosong, kata dia, maka tensi politik akan sangat turun, biaya politik juga akan turun.
"Itu lah yang efektif untuk meredam polarisasi ekstrem begitu," ujarnya. []