Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menggelar Conference on Women`s Leadership in Public Sector Organizations for Productivity Enhancement di Jakarta, mulai 27-28 September 2023.
Kegiatan ini merupakan program kerja dari Asian Productivity Organization (APO), yang dilaksanakan oleh Direktorat Bina Peningkatan Produktivitas Kemnaker atau National Productivity Organization (NPO) Indonesia sebagai tuan rumah.
Dalam rangka mendukung upaya peningkatan produktivitas bagi negara anggotanya maka setiap National Productivity Organization (NPO) di masing-masing negara anggota melaksanakan kegiatan berupa Training, Conference dan Workshop.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah dalam sambutannya saat membuka secara resmi kegiatan itu menyebut bahwa dalam rangka menggerakkan inisiatif peningkatan produktivitas pada suatu organisasi di sektor publik, maka peranan dan kepemimpinan wanita harus terus dipelajari dan ditingkatkan.
"Saat ini, kesetaraan gender dipahami sebagai "hak, tanggung jawab, dan peluang setiap individu tidak bergantung pada apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan".
Peran gender dipelajari oleh setiap orang melalui proses sosialisasi," kata Menaker Ida seperti mengutip keterangan yang diterima, Rabu, 27 September 2023.
"Dengan kata lain, apa yang dia pelajari dari orang lain melalui interaksi sosial yang mereka lakukan dengan keluarga, teman sebaya, dan masyarakat pada umumnya," sambungnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal APO, Indra Pradana Singawinata dalam sambutannya menjelaskan tentang status perempuan dalam posisi kepemimpinan dan inisiatif yang harus dilakukan untuk meningkatkan keterwakilan mereka dalam kegiatan ekonomi agar dapat mendorong inklusivitas yang lebih besar.
"APO sangat yakin bahwa partisipasi aktif perempuan dalam angkatan kerja bukan hanya soal kesetaraan tetapi juga merupakan sarana yang ampuh untuk merangsang inovasi, menghasilkan ide-ide segar, dan meningkatkan kinerja organisasi," kata Indra.
Meskipun terdapat manfaat nyata dari keberagaman gender, lanjut dia, pada kenyataannya perempuan masih kurang terwakili dalam posisi kepemimpinan di kawasan Asia-Pasifik.
Ia mengungkapkan, berdasarkan sebuah penelitian pada tahun 2021, perempuan memegang kurang dari 45 persen posisi kepemimpinan di sebagian besar sektor, termasuk sektor publik.
"Kurangnya pemanfaatan talenta perempuan melemahkan daya saing nasional dan menghambat kemajuan menuju produktivitas yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadarkan para pembuat kebijakan dan perwakilan pemerintah akan pentingnya meningkatkan keterwakilan perempuan dalam posisi manajerial," ucap Indra.
Mengutip keterangan tertulis tersebut, tantangan reformasi dan globalisasi menuntut seorang pemimpin mampu untuk mengelola organisasi dengan baik dengan memperhatikan segala kebutuhan demi tercapainya tujuan organisasi.
Perbedaan jenis kelamin dalam kepemimpinan tidak lagi dipermasalahkan. Hal tersebut dibuktikan dengan perempuan memiliki modal berupa ciri khas untuk menjadi seorang pemimpin seperti yang ditunjukkan R.A Kartini sebagai panutan kaum perempuan di Indonesia.
Pada dasarnya wanita memiliki sifat dasar untuk sukses dalam menjadi pemimpin. Mereka yang cenderung lebih sabar, memiliki empati dan multi-tasking.
Perempuan juga memiliki bakat dalam menjalin jejaring, memiliki komunikasi yang lebih baik dan lebih luwes dibandingkan pria.
Hal tersebut tentu saja dapat diartikan bahwa peranan wanita dalam kepemimpinan bukanlah suatu hal yang aneh. Dalam hal kesetaraan gender dapat diartikan bahwa dengan adanya kesamaan kondisi laki-laki maupun perempuan dalam mendapatkan hak-haknya sebagai makhluk sosial atau manusia.
Dengan demikian perempuan dan laki-laki memiliki peluang atau akses yang sama dalam kepemimpinan. Hal itu ditandai dengan perempuan yang mampu memberikan suara, berpartisipasi dalam pembangunan negara yang lebih baik.
Tentu hal ini merupakan kebijakan tersendiri yang memiliki manfaat persamaan serta adil dari pembangunan. Hal ini membuktikan bahwa wanita dapat semakin maju dalam kepemimpinan.
Sekadar informasi, Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki kerja sama bebas dan aktif dengan berbagai negara telah menjadi anggota beberapa organisasi kerja sama internasional baik secara bilateral maupun multilateral di tingkat regional.
Untuk memperkuat Kerja sama tersebut, melalui Inpres 15 Tahun 1968, Indonesia melalui Kementerian Tenaga Kerja resmi bergabung menjadi anggota Asian Productivity Organization (APO) yang memiliki sekretariat berkedudukan di Tokyo, Jepang.
Lebih lanjut, APO adalah organisasi antar pemerintah yang bersifat regional serta didedikasikan untuk meningkatkan produktivitas di seluruh kawasan Asia-Pasifik melalui kolaborasi timbal balik.
Konferensi ini dilangsungkan untuk mewujudkan prinsip-prinsip yang diuraikan dalam Visi APO 2025, yaitu menyoroti esensi inklusivitas dalam produktivitas.
Hal Ini berfungsi sebagai platform yang secara dinamis ditujukan untuk pengembangan sumber daya manusia dalam rangka mendorong pemberdayaan perempuan guna membentuk masyarakat yang sejahtera dan produktif.
Sementara, peserta yang akan menghadiri acara tersebut berjumlah 150 orang dan berasal dari negara-negara anggota APO yaitu: Bangladesh, Cambodia, China Rep. of, Fiji, India, Indonesia, Korea Rep. of, Malaysia, Mongolia, Nepal, Pakistan, Philippines, Sri Lanka, Thailand, Turkiye dan Vietnam.
Adapun para peserta dimaksud sebagian besar merupakan para wanita yang menjadi pemangku kepentingan di sektor publik.
Kemudian, panelis yang hadir dalam kegiatan tersebut berasal dari negara-negara anggota APO di antaranya Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, dan Sri Lanka serta perwakilan Sekretariat APO dari Jepang.
Para panelis menyampaikan keragaman dan inklusivitas sosial di lingkungan kerja, peran perempuan di lingkungan kerja untuk meningkatkan perekonomian, serta kebijakan dari masing-masing negara anggota APO untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan kapasitas perempuan sebagai pemimpin yang efektif, efisien dan berkualitas.[]