News Jum'at, 02 Desember 2022 | 08:12

MK Larang Mantan Napi Koruptor Nyaleg, PAN: Jalan Baru Meningkatkan Pemilu

Lihat Foto MK Larang Mantan Napi Koruptor Nyaleg, PAN: Jalan Baru Meningkatkan Pemilu Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi. (Foto: Istimewa)

Jakarta - Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait larangan mantan narapidana (napi) kasus korupsi sebagai calon anggota legislatif (caleg) menjadi momentum untuk meningkatkan Pemilu agar berintegritas dan berkualitas.

Pernyataan itu tercermin dalam putusan nomor 87/PUU-XX/2022, di mana MK mengabulkan permohonan Leonardo Siahaan terkait syarat caleg eks koruptor. 

MK memutuskan mantan napi kasus korupsi baru dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif setelah lima tahun bebas dari penjara.

"Keputusan MK ini akan dapat menjadi jalan baru untuk meningkatkan Pemilu agar berintegritas dan berkualitas, diisi oleh calon yang teruji kredibilitas, rekam jejak, dan kompetensinya," kata Viva Yoga dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 2 Desember 2022.

Ia mengaku setuju dengan keputusan MK bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus selaras dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Hal itu, lanjut dia, khususnya terkait calon anggota legislatif yang harus jeda lima tahun dan dapat mengikuti proses memilih dan atau dipilih untuk lima tahun pada pemilu berikutnya.

"Tujuannya agar ada proses evaluasi diri, adaptasi dengan lingkungan, dan dapat meyakinkan publik terhadap integritas diri dan kepercayaan masyarakat," ujarnya.

Lantas, dia menyebut PAN mengusulkan kepada KPU bahwa seseorang subjek hukum sebagai calon legislatif pada Pemilu seharusnya tidak hanya calon anggota DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, namun juga calon anggota DPD RI.

Ia menegaskan DPD RI termasuk dalam rumpun jabatan berdasarkan pilihan atau elected officials sehingga semua jabatan yang bukan penunjukan harus mengikuti asas keadilan dan berlaku sama untuk semuanya.

"Anggota DPD RI dipilih berdasarkan suara terbanyak, di masing-masing provinsi diwakili empat orang yang terpilih. Oleh karena pada keputusan MK tidak memasukkan calon anggota DPD RI maka perlu diatur di PKPU untuk dapat memasukkan hal tersebut," ucap Viva.

Diberitakan sebelumnya, MK memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang diajukan oleh karyawan swasta Leonardo Siahaan.

Permohonan yang dikabulkan tersebut terkait dengan larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi atau koruptor untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif selama lima tahun sejak ia dibebaskan atau keluar dari penjara.

Menurut MK, norma Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Adapun Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu menyebutkan, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi beberapa persyaratan, di antaranya tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya