Jakarta - Masa jabatan ketua umum partai politik diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh tiga warga, yakni Muhammad Helmi Fahrozi, E. Ramos Petege, dan Leonardus O. Magai.
MK kemudian memutuskan perkara nomor 53/PUU-XXI/2023, yakni Pengujian UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, pada Selasa, 27 Juni 2023.
Sidang pengucapan putusan dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” kata Anwar membacakan amar putusan dilansir dari laman MK.
Dalam pertimbangan hukum putusan yang disampaikan Wakil Ketua MK Saldi Isra, menyatakan terhadap permohonan para pemohon, MK telah melaksanakan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pertama pada Selasa, 30 Mei 2023 dengan dihadiri kuasa para pemohon atas nama Aldo Pratama Amry.
Dalam persidangan tersebut, Majelis Hakim MK memberikan nasihat kepada para pemohon terkait dengan permohonan a quo dan menyampaikan kepada para pemohon mengenai batas waktu penyampaian perbaikan permohonan, yaitu pada Senin, 12 Juni 2023.
"Namun, hingga batas waktu maksimal yang ditentukan tersebut, para pemohon tidak menyerahkan perbaikan permohonan a quo,” terang Saldi.
Selanjutnya MK telah menjadwalkan sidang Pemeriksaan Pendahuluan kedua pada Senin, 12 Juni 2023 untuk memeriksa perbaikan permohonan dan pengesahan alat bukti.
Namun, hingga persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, para pemohon tidak hadir.
BACA JUGA: Jokowi Ungkap Alasan Gak Ajak Surya Paloh ke Istana dalam Pertemuan Ketum Parpol
Bersamaan dengan agenda persidangan perbaikan permohonan dimaksud, melalui pesan singkat WhatsApp (WA) kepada Juru Panggil Mahkamah, kuasa para pemohon menyampaikan bahwa dikarenakan adanya kendala teknis, yaitu beberapa berkas dari Papua belum tiba sehingga para pemohon tidak dapat menghadiri persidangan dan meminta kepada MK agar permohonan a quo digugurkan.
Saldi menjelaskan, terhadap fakta hukum tersebut, sesuai ketentuan hukum acara, semestinya permohonan a quo masih tetap dapat dilanjutkan karena MK dapat menggunakan permohonan awal.
Namun, karena adanya permintaan dari para pemohon untuk menggugurkan permohonan a quo, MK menilai para pemohon tidak serius dalam mengajukan permohonan a quo.
Permohonan para pemohon tersebut akhirnya dinyatakan tidak dapat diterima. MK tidak akan mempertimbangkan lebih lanjut mengenai kedudukan hukum para pemohon dan pokok permohonan.
Sebelumnya, para pemohon mengujikan Pasal 2 ayat 1 huruf b UU Parpol yang menyatakan “Pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain”.
Dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa, 30 Mei 2023, kuasa hukum para pemohon, Aldo Pratama Amry mengatakan para pemohon yang telah berusia 17 tahun.
Mereka hendak menjadi anggota partai politik akan terlanggar hak konstitusionalnya karena tidak adanya pembatasan atau larangan bagi ketua umum partai politik untuk terus-menerus menjabat sebagai ketua umum.
Di samping itu, para pemohon juga akan kehilangan hak untuk menjadi pengurus salah satu pengurus partai politik karena ketua umum akan mengutamakan orang-orang terdekat untuk mengisi struktur kepengurusan.
Sehingga, hal ini menurut para pemohon akan membentuk dinasti dalam kepengurusan partai politik.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, para pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Pengurus partai politik memegang masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama.
Baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain. []