Daerah Selasa, 19 Juli 2022 | 06:07

Ngatman, Dalang Sepuh Bertahan jadi Perajin Hiasan Dinding Wayang Kulit

Lihat Foto Ngatman, Dalang Sepuh Bertahan jadi Perajin Hiasan Dinding Wayang Kulit Ngatman 77 tahun, Dalang sepuh asal Kabupaten Blora.
Editor: Yohanes Charles

Blora – Tangan keriput Ngatman 77 tahun warga RT 01/RW 02 Desa Sogo, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah masih terampil memainkan sungging untuk membuat hiasan dinding wayang kulit.

Berbekal keterampilan yang dimiliki sejak remaja, Ngatman masih berkarya dan menerima pesanan hiasan dinding wayang kulit, sesuai tokoh dan karakter pewayangan.

“Saya belajar dan bisa membuat wayang ini sejak remaja sampai sekarang. Saya terima pesanan, atau memperbaiki wayang kulit,” kata Ngatman saat ditemui, Minggu 17 Juli 2022.

Biasanya, kata dia, para pemesan membawa kulit kambing atau sapi sendiri. Meski demikian, dia juga menyediakan beberapa kulit kambing siap pakai untuk dibuat hiasan dinding wayang.

“Yang pesan itu untuk dibuatkan tokoh wayang kulit untuk hiasan dinding tanpa memotong kulit. Jadi bagian tengah yang dibuat tampilan satu atau dua wayang,” jelas Ngatman.

Baca juga:

Ketua TP PKK Kudus Sebut Dua Kunci Keberhasilan dalam Merintis Usaha

Desa di Dairi Ini Butuh 40 Tahun untuk Bisa Memiliki PAUD

Selain itu, lanjutnya, dia juga menerima jasa untuk memperbaiki (permak) wayang kulit. Untuk menyelesaikan satu buah hiasan dinding wayang berbahan kulit kambing sapi atau kerbau, Ngatman membutuhkan waktu lebih kurang satu minggu, hingga satu bulan, mulai dari menggambar sketsa, menatah (sungging), hingga mewarnai dan bila perlu dipigura.

“Untuk satu buah hiasan dinding wayang ini saya butuhkan waktu lebih kurang satu bulan,” ucapnya.

Menurutnya, jasa pembuatan hiasan dinding wayang, tergantung karakter wayang dan tingkat kerumitan dalam menyungging. Diakuinya, jasa untuk satu buah hiasan dinding wayang, dengan dua atau tiga toko wayang, senilai Rp 750 ribu.

Disampaikan, dibalik ketekunan menjadi perajin hiasan dinding wayang kulit itu, dirinya berusaha menebarkan edukasi kepada generasi muda, khususnya untuk mengenalkan wayang kulit kepada merekan, dan melestarikan seni budaya peninggalan leluhur asli Indonesia.

“Saya itu dahulu dalang wayang kulit. Tahun 1966 sudah laris sampai tahun 2000, sekarang sudah tua, menekuni membuat hiasan dinding wayang saja, dan menerima jasa perbaikan wayang kulit,” ungkapnya.

Meskipun kala itu dirinya laris dengan tanggapan wayang kulit, baik orang punya hajat atau peringatan hari besar tertentu, Ngatman mengaku dirinya tidak memiliki wayang dan gamelan sendiri.

“Tidak punya wayang sendiri. Kalau ada tanggapan, pinjam atau sewa wayang lengkap, dengan pakeliran serta gamelan, juga panjak (penabuh gamelan Jawa) serta sinden,” ungkapnya lirih.

Kini, di usia yang sudah sepuh (tua), dirinya tinggal bersama anak dan cucunya di Desa Sogo, Kecamatan Kedungtuban. Sedangkan istrinya, sudah lamameninggal dunia.

Peminat seni budaya desa setempat M Solichan Mochtar mengapresiasi karya Ngatman. Menurutnya, sikap Ngatman dalam melestarikan kebudayaan tradisional Indonesia, perlu dicontoh bagi generasi muda.

“Mbah Ngatman adalah sosok yang tua yang berkarya, untuk melestarikan seni budaya adiluhung peninggalan leluhur,” kata Solichan Mochtar, yang juga mantan Kabid Kebudayaan Dinporabudpar Blora.

Sebab, lanjutnya, kebudayaan tradisional seperti wayang, dapat dijadikan sebagai media sosialisasi program-program pembangunan dan dapat juga menjadi media dakwah. Selain itu, wayang bermanfaat membangun karakter bangsa.

“Pada dasarnya, program dari instansi apapun dapat disosialisasikan melalui media wayang. Kegiatan ini telah dilakukan oleh para wali di zaman Kerajaan Demak abad ke-15. Praktisnya, wayang sebagai tontonan, tuntunan dan tatanan,” ungkapnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya