Pilihan Rabu, 31 Mei 2023 | 12:05

Opini: Indonesia Ramah Anak, Refleksi Hari Anak Internasional

Lihat Foto Opini: Indonesia Ramah Anak, Refleksi Hari Anak Internasional Logo Hari Anak Internasional. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Oleh: Novelin Silalahi

1 Juni menjadi hari yang penuh makna karena banyak momentum besar yang diperingati, dari hari besar nasional hingga internasional. Salah satunya adalah peringatan Hari Anak Internasional. Indonesia memiliki kurang lebih 39,1 juta jiwa anak perempuan dan kurang lebih 40,4 juta jiwa anak laki laki.

Hari Anak Internasional

Momentum Hari Anak Internasional memiliki tujuan untuk menciptakan rasa aman dan mewujudkan hak anak di dunia. Awal mula adanya peringatan ini dimulai pada tahun 1857 dengan sebuah kebaktian khusus tahunan anak-anak di Gereja yang diinisiasi oleh seorang Pendeta dari Universalist Church of the Redeemer yang bernama Dr. Charles Leonard. 

Tahun 1925 Konferensi Dunia di Jenewa menyuarakan tentang kesejahteraan anak. Dilanjutkan dengan perjuangan Federasi Demokrasi Internasional Wanita di Rusia pada tahun 1949 yang memperjuangkan Hari Perlindungan Anak Internasional untuk pertama kalinya.

Sehingga pada tahun 1959 PBB menetapkan Hari Anak Internasional dengan nomenklatur Hak Anak yang bertujuan untuk melindungi dan adanya fokus untuk mempersiapkan anak-anak sebagai laskar emas. Adapun yang mendukung hal tersebut karena banyaknya permasalahan anak pada saat itu, sehingga terciptalah suatu kebijakan penetapan hari besar untuk membentengi persoalan yang ada dan membangun pola pikir baru.

Hari Anak Internasional ini memberi tanggung jawab besar secara tidak langsung kepada para orang tua untuk dapat mendidik anak dari dalam rumah, lingkungan rumah, sekolah, tempat bermainnya. Tidak hanya itu saja didikan itu juga akan memantik produktivitas kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual anak.

Teori Empirisme sebagai teori perkembangan manusia yang disampaikan oleh John Locke mengemukakan bahwa tumbuh kembang seseorang dipengaruhi oleh pengalaman yang dilaluinya dari lahir hingga dewasa. Hal ini menunjukkan profile jati diri seseorang akan dibentuk oleh sebuah didikan dan setiap perjalanan yang dia lalui. Sehingga penting untuk orang tua memperhatikan anaknya dengan didikan yang penuh kasih.

Prestasi Anak Indonesia

Berangkat dari semangat Hari Anak Internasional, anak-anak Indonesia juga telah banyak menorehkan prestasi bagi Tanah Air Tercinta. Adapun prestasi yang pernah diukir yakni peraih medali termuda dalam sejarah Asian Games 2018 oleh Nyimas Bunga Cinta yang saat itu berumur 12 tahun dengan prestasi olahraga skateboard.

Lalu prestasi anak-anak dalam bidang coding oleh Yuma Soerianto yang pada saat itu berusia 10 tahun menerima beasiswa Apple Worldwide Developer Conference. Adapun aplikasi yang pernah dibuatnya yakni Weather Duck for Apple Watch.

Masih banyak lagi prestasi anak-anak Indonesia yang pernah ditorehkan dan membawa harum nama bangsa Indonesia. Prestasi anak-anak harus diimbangi dengan apresiasi untuk pendidikannya di masa menuju kedewasaannya. Pentingnya kolaborasi orang tua dan anak serta perhatian pemerintah dalam setiap kebijakannya.

Persoalan Anak di Indonesia

Menurut Bappenas anak-anak masuk dalam kelompok berusia di bawah 15 tahun. Data yang diperoleh melalui Web Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 1 Januari 2023 masih banyak kasus anak yang terjadi. Umur 0-5 tahun dengan total kasus 7,4%, umur 6-12 tahun dengan total kasus 18%, umur 13-17 tahun sebanyak 31,9%.

Ternyata tidak hanya sebagai korban, namun anak juga bertindak sebagai pelaku. Data dari sumber yang sama diperoleh terdapat pelaku kekerasan anak umur 0-5 tahun sebanyak 1.6%, umur 6-12 tahun sebanyak 2.2% dan umur 13-17 tahun sebanyak 13.6%.

Hal ini menjadi pertanyaan serius, sudahkah anak-anak memperoleh didikan yang baik dari dalam rumah, lingkungan dan sekolahnya? Sudahkan anak-anak mendapat didikan di sekolah? 

Sudahkah orang tua memberi perhatian kepada anaknya? Hal yang justru banyak kita dengar masih ada saja bayi yang dibuang, masih banyak anak-anak yang mencari kehidupan di jalan, masih banyak anak yang walaupun sudah mendapat didikan tapi tetap menjadi anak yang nakal, masih ada anak yang memiliki trauma karena pertengkaran orang tuanya, dan masih banyak lagi.

Organisasi Buruh Internasional pada tahun 2022 menyampaikan ada 160 juta anak di seluruh dunia yang menjadi pekerja anak. Data BPS Tahun 2022 menginformasikan banyaknya pekerja anak di Indonesia sebesar kurang lebih 1,01 juta orang. Apakah Indonesia masih kekurangan usia pekerja untuk dapat dipekerjakan? nyatanya angka pengangguran juga masih belum nihil.

Pentingnya pemenuhan atas hak anak akan membawa anak-anak kepada didikan yang akan mempersiapkan mereka secara akademik dan non akademik. Pentingnya kebijakan dan kendali kebijakan atas wajib belajar anak, agar seluruh anak dapat menerima pendidikan formal secara merata.

Tidak hanya itu saja, hal yang tak kalah menjadi perhatian serius juga pada angka prevalensi stunting di Indonesia. Data yang diperoleh melalui Web Kementerian Kesehatan tahun 2023 dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), terdapat 21,6 % anak mengalami stunting.

Persoalan stunting bukan hanya tentang tinggi badan, namun juga kecerdasan anak, keterbelakangan mental dan pemicu penyakit lainnya. Pemerintah telah memberikan perhatian serius terhadap stunting, kita sebagai masyarakat harus turut serta mensukseskan kebijakan tersebut.

Minimnya kesejahteraan sosial memberikan keterbatasan intelektual kepada masyarakat, hal ini juga menjadi salah satu faktor banyaknya angka pernikahan dini oleh anak.

Pada Tahun 2021 pengadilan agama mencatat ada 65 ribu kasus pernikahan dini dan sebanyak 55 ribu kasus pada tahun 2022.

Selain keterbatasan perekonomian, pemicu kasus ini juga disebabkan oleh sudah hamilnya anak perempuan sebelum pernikahan, hal ini mendorong orang tua untuk segera menikahkan anaknya.

Refleksi atas Persoalan Anak di Indonesia

Seluruh persoalan anak ini memantik anak-anak mengalami gangguan secara fisik dan psikis, mengalami gangguan kesehatan seperti kanker rahim dan stunting serta sebagai salah faktor pemicu kemiskinan. Adapun kebijakan seperti UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan Anak, UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasaan Seksual, merupakan kebijakan yang baik, namun minim kendali saat di lapangan.

Kita berharap momentum Pemilu 2024 tidak hanya sekedar pergantian kepala negara, namun juga penegasan atas kebijakan yang telah ada, pengawasan yang ketat atas implementasi kebijakan, pengevaluasian, serta tindak tegas oknum pelaku atau elemen yang terindikasi turut serta dalam persoalan tersebut.

Diperlukannya juga inovasi atas pemenuhan hak anak serta himbauan kepada orang tua untuk dapat menjadi aktor penting dalam tumbuh kembang anak. Pentingnya juga ekspansi lapangan pekerjaan agar orang tua memiliki kesadaran untuk mendidik anaknya tanpa mempekerjakannya sebelum usia bekerjanya.

Jadilah anak-anak Indonesia yang membanggakan orang tua dan bangsamu, jadilah penerus bangsa yang akan memimpin bangsa ini di seluruh lini lini usaha. Jadilah anak-anak yang mampu memaksimalkan kemampuan akademik dan non akademiknya, jadilah anak-anak dengan penuh kasih dan mampu membagikan kasihnya dengan ketulusan. []

Penulis adalah Mahasiswa Studi Pascasarjana Analisis Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.

novelinsilalahi@gmail.com
0811-1330-594

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya