Daerah Sabtu, 07 Mei 2022 | 13:05

Penari Simalungun Diundang Tampil di Eropa, Terpaksa Ngamen Cari Dana

Lihat Foto Penari Simalungun Diundang Tampil di Eropa, Terpaksa Ngamen Cari Dana Penari Simalungun dari Sanggar Seni Sihoda. (Foto: Facebook)
Editor: Tigor Munte

Pematangsiantar - Sanggar Seni Sihoda, sebuah sanggar yang melestarikan tari atau tortor Simalungun, bermarkas di Kota Pematangsiantar, Sumatra Utara, diundang dalam sebuah festival di Polandia pada 9-14 Juli 2022.

Sayangnya, sanggar ini mengalami kesulitan dana untuk persiapan keberangkatan personel. Meski sudah mencoba meminta bantuan ke Pemerintah Kota Pematangsiantar dan sejumlah pihak lainnya, belum ada respons sama sekali.

Pengasuh Sanggar Seni Sihoda, Laura Tyas Avionita Sinaga mengutarakan kegelisahan hatinya melihat minimnya respons berbagai pihak atas rencana keberangkatan mereka. 

"Jadi Bang, kami kan dapat undangan itu dari Februari 2022, kami pun mulai memasukkan surat-surat ke Bupati Simalungun, dinas pariwisata, Pemko Pematangsiantar, bahkan ke Gubernur Sumut, tapi sampai saat ini belum ada yang respons sama sekali, benar-benar gak respon ya bang," tutur Laura, gadis penari Simalungun itu akhir April 2022 lalu. 

Sedikit angin segar terembus, manakala Plt Wali Kota Pematangsiantar Susanti Dewayani merespons surat dan mereka diterima bertemu pada Maret akhir lalu di ruang kerjanya di Jalan Merdeka, Kota Pematangsiantar.

"Ya ibu itu katanya mendukung dan nanti akan diusahakan untuk dibantu menghubungkan untuk sampai ke pemprov juga. Tapi sampai sekarang kami belum ada kabar dari ibu itu lagi.  Kami menghubungi orang yang menjadi penghubung pun katanya, nanti ya belum ada kabar dari ibu itu tunggu dulu ya biar diforward lagi," ungkap Laura, penari yang pernah menari dan melatih tari dari kursi roda. 

Padahal menurut Laura, untuk ajang festival di Eropa, tidak bisa disikapi secara dadakan. Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum berangkat, mulai mengurus visa, memesan tiket dll, yang pasti menurutnya tak bisa dikerjakan dalam waktu mepet, setidaknya 1-2 bulan sebelumnya. 

"Itu pun bang seharusnya akhir Maret kemarin kami sudah panjar 100 juta. Tapi kami minta undur, sampai akhir April ini," tukas Laura. 

Lantas dari mana mereka mendapatkan dana untuk keberangkatan dan menyerahkan panjar yang tidak sedikit itu? Laura mengaku terpaksa harus mengamen.

Baca juga:

Menjadikan Jeruk Simalungun Sebagai Ikon Ekonomi dan Pertanian

"Jadi, jujur pemasukan kami saat ini adalah dari ngamen bang,  ke kafe-kafe dan sekolah-sekolah," katanya. 

Dan hasilnya kata Laura lumayan. Hampir Rp 50 juta sudah terkumpul uang mereka sejauh ini dari hasil mengamen tersebut.

Laura Tyas Avionita Sinaga. (Foto: Facebook)

"Jujur kami mengucapkan banyak makasih sama warga Siantar Simalungun, mereka benar-benar antusias dan menghargai kami. Bahkan mereka itu nyumbang gak sekadar 2 ribu, tapi mau 10 bahkan 50 ribu bahkan ada yang sampe 100 atau 200 ribu," ungkapnya. 

"Kami ngamen gak asal nari bang,  kami pakai kostum nari yang lengkap, kami juga bermake up. Tapi gak semua kafe dan sekolah yang mengizinkan kami untuk menari," imbuh Laura. 

Demi untuk menambah dana itu kemudian Laura dan anak-anak asuhnya tampil di Kabupaten Samosir. Kebetulan Dinas Pariwisata setempat memberikan mereka izin untuk menari dan menggalang dana.

Laura mengaku, sejumlah upaya sudah dia lakukan selain mengamen. Memasukkan permohonan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, termasuk ke sejumlah perusahaan BUMN dan BUMD.

"Tapi banyak dari mereka yang meminta surat rekomendasi dari pemko atau pemkab. Kami juga udah minta ke pemkonya, tapi ya itu disuruh menunggu dan gak dikabari lagi sampai saat ini," ucap Laura. 

Laura menegaskan, ke Pemko Pematangsiantar dan Pemkab Simalungun mereka tidak hanya bermaksud mengemis uang semata. Sanggar Seni Sihoda diberikan rekomendasi untuk bisa melakukan aksi penggalangan dana itu juga sangat dibutuhkan. 

"Ke pemko atau pemkab, bukan mau ngemis minta uang aja, minimal mereka kasih kami jalan. Kami dikasih izin atau rekomendasi untuk mengadakan aksi dana dengan menari di kafe,  sekolah atau event lainnya di pemko atau pemkab. Tapi ya begitulah bang sampai saat ini kami tidak direspons, ada yang merespons kami hanya disuruh menunggu-nunggu dan menunggu," keluh Laura.

Padahal kata Laura, tidak semua sanggar seni di Indonesia dan Sumatra Utara bisa mendapatkan undangan festival. Karena harus diawali melalui seleksi.

"Kecilnya kami, bawa nama daerah tapi di sana kami juga bawa nama Indonesia. Kesempatan seperti ini tidak bisa dibuang sia-sia karena gak semua bisa dapat," bebernya. 

Laura kemudian menepis anggapan sebagian pihak yang menyebut mereka mengemis demi untuk jalan-jalan ke luar negeri.

"Padahal mereka gak tau bang,  festival di sana setiap hari itu menari, gak ada waktu untuk jalan-jalan. Kami selain memperkenalkan tarian juga memperkenalkan budaya dan pariwisata bang," tandas Laura.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya