Jakarta - Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) menetapkan satu anggota polisi berinisial Bripka H sebagai tersangka terkait dugaan penembakan hingga menewaskan seorang warga, saat ada pembubaran aksi unjuk rasa penolakan tambang di Kabupaten Parigi Moutong.
Kapolda Sulteng Irjen Rudy Sufahriadi menyebutkan, tersangka Bripka H merupakan bintara dari Polres Parigi Moutong.
Dengan menyandang status tersangka, kata Rudy, Bripka H disangkakan Pasal 359 KUHP, dengan ancaman pidana lima tahun penjara.
Baca juga: Kapolri Sigit Janji Transparan di Kasus Parigi Moutong dan Wadas
Menurut dia, penetapan tersangka tersebut berdasarkan hasil uji forensik dan uji balistik yang dilakukan Polda Sulteng terhadap senjata api milik anggota polisi yang melakukan pengamanan aksi unjuk rasa pada 12 Februari 2022.
Lebih lanjut Rudy menjelaskan, hasil uji balistik tersebut identik dengan anak peluru proyektil pembanding, yang ditembakkan dari senjata organik pistol HS9 dengan nomor seri H239748 atas nama pemegang Bripka H.
"Begitu juga hasil uji DNA (deoxyribonucleic acid) dari sampel darah yang ditemukan di proyektil dengan darah korban hasilnya identik," kata Rudy dalam konferensi pers di Gedung Auditorium STIK-PTIK Jakarta, Rabu, 2 Maret 2022.
Baca juga: Kapolri Harus Copot Kapolda Sulteng dan Kapolres Parigi Moutong
Sebelumnya, aksi unjuk rasa masyarakat yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Tani (Arti), menuntut Pemerintah Provinsi Sulteng menutup tambang emas milik PT Trio Kencana, yang memiliki lahan konsesi di Kecamatan Kasimbar, Toribulu, dan Tinombo Selatan.
Massa aksi unjuk rasa yang bergerak sejak pagi hingga malam dianggap mengganggu ketertiban lalu lintas, sehingga kepolisian setempat membubarkan para demonstran secara paksa.
Pembubaran aksi tersebut justru menewaskan seorang warga sipil bernama Erfaldi (21), warga Desa Tanda, Kecamatan Tinombo Selatan, yang diduga terkena luka tembak. []