News Jum'at, 31 Oktober 2025 | 17:10

Polisi Ungkap Sindikat Penipuan Kripto Bodong, Pelaku Akui Diri sebagai 'Profesor' dari AS

Lihat Foto Polisi Ungkap Sindikat Penipuan Kripto Bodong, Pelaku Akui Diri sebagai 'Profesor' dari AS Ilustrasi penipuan investasi kripto. (Foto:Opsi/AI)

Jakarta - Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap sindikat penipuan berkedok investasi trading kripto yang menggunakan modus canggih, mulai dari memalsukan ATM, perusahaan, hingga mengaku sebagai profesor bersertifikat Amerika Serikat (AS).

Sindikat ini diduga telah menyebabkan kerugian korban mencapai Rp 3 miliar.

Kasubdit III Ditsiber Polda Metro Jaya, AKBP Raffles Langgak Putra, menjelaskan bahwa alur dana korban dialirkan ke rekening-rekening perusahaan palsu.

"Semua uang korban tersebut ditransfer ke rekening atas nama perusahaan di berbagai bank," kata Raffles kepada wartawan, Jumat, 31 Oktober 2025. 

Modus Pencatutan Identitas dan Jual Beli Rekening

Sindikat ini beroperasi dengan mencari nominee atau orang yang mau namanya dicatut untuk dijadikan direktur palsu dan pemilik rekening.

“Nominee itu adalah orang-orang pemeran pengganti istilahnya sehingga dia berperan sebagai seolah-olah pemilik rekening atau berperan sebagai seolah-olah direktur pada PT tersebut. Namun, pada pelaksanaannya, rekening maupun dokumen-dokumen PT tersebut tidak dipegang sama mereka, melainkan dipegang sama tersangka,” ucap AKBP Raffles.

Tiga tersangka berinisial RJ, LBK, dan NRA yang telah ditangkap di Kalimantan Barat merupakan klaster pertama yang bertugas mengumpulkan identitas ini.

“Jadi tiga orang ini ada di klaster pertama, klaster di Indonesia, yang bertugas mencari sebanyak-banyaknya saksi-saksi atau masyarakat yang mau memberikan identitasnya untuk melakukan pembuatan rekening, pembuatan perusahaan, maupun pembuatan akun kripto,” imbuhnya.

Rekening dan akun kripto yang berhasil dibuat kemudian dijual kepada sindikat yang berada di Malaysia dengan harga yang fantastis.

"Semua rekening perusahaan maupun akun kripto ini akan dibawa ke Malaysia untuk dilakukan jual-beli yang akan dipakai untuk pelaku penipuannya langsung. Jadi ketiga tersangka ini berperan di klaster pertama dengan harga per rekeningnya adalah Rp 5 juta dan harga per perusahaan adalah Rp 30 juta," jelas Raffles.

Trik "Profesor" AS dan Prediksi Pasar Saham

Di sisi lain, sindikat ini menjerat korbannya dengan trik psikologis yang rumit. Mereka membuat iklan di media sosial dan mengarahkan korban ke grup WhatsApp untuk mendapatkan pelatihan trading.

Kunci penipuan ini adalah figur seorang pelaku yang mengaku sebagai `profesor` berkualifikasi AS.

"Di situ ada pelaku yang mengaku sebagai seorang profesor yang memiliki kualifikasi dari Amerika Serikat," kata AKBP Raffles.

Untuk memantapkan keyakinan korban, pelaku melakukan "uji coba" dengan memprediksi pergerakan saham yang ternyata benar.

"Pelaku pun melakukan percobaan di mana pada saat dia menyatakan bahwa saham tersebut akan naik besok, ternyata betul besok harinya saham tersebut naik. Sehingga membuat korban percaya bahwa profesor ini memiliki keahlian tersebut," kata dia.

Setelah kepercayaan korban terbangun, sang "profesor" kemudian memberikan prediksi menakutkan sekaligus tawaran solusi.

"Kemudian profesor ini juga menyatakan bahwa di bulan Juni pasar saham akan mengalami keruntuhan, sehingga disarankan untuk segera mengalihkan investasi kepada aset keuangan digital atau mungkin yang lebih umum dikenal sebagai kripto, aset kripto," imbuh Raffles.

Pada titik inilah korban akhirnya terbujuk untuk menginvestasikan uangnya.

Ketiga tersangka yang ditangkap saat ini telah ditahan dan terancam hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun berdasarkan pasal berlapis, yakni Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 1 UU ITE, Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, dan Pasal 3 dan 5 UU Tipikor.

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya