News Selasa, 15 Februari 2022 | 18:02

PSU Pilkada Yalimo, Kuasa Hukum Lakiyus-Nahum: Tak Mungkin Keputusan KPU Lebih Besar dari MK!

Lihat Foto PSU Pilkada Yalimo, Kuasa Hukum Lakiyus-Nahum: Tak Mungkin Keputusan KPU Lebih Besar dari MK! Kuasa hukum pasangan Lakiyus Peyon dan Nahum Mabel, Jonathan Waeo.(Foto:Opsi-Fernandho Pasaribu)

Jakarta - Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Yalimo, Lakiyus Peyon dan Nahum Mabel kembali mengajukan pembatalan hasil rekapitulasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Yalimo, Papua.

Kuasa hukum pasangan Lakiyus Peyon dan Nahum Mabel, Jonathan Waeo mengatakan, dalam hal ini pihaknya mengemukakan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai legal standing PSU yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Yalimo, pada Rabu, 26 Januari 2022 lalu.

Jonathan mengatakan, pada Putusan Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021, Mahkamah sudah memerintahkan untuk dilakukan PSU dan mengumumkan serta melaporkan hasilnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja.

"Sudah kami jelaskan dari awal, ketika persidangan yang lalu bahwa tidak mungkin keputusan KPU lebih besar dari keputusan MK. Dijelaskan bahwa 120 hari harus dilaksanakan Pilkada Kabupaten Yalimo, dan melaporkan selama 7 hari Ini sudah dijelaskan. Ini putusan final and binding. Sekarang putusan konstitusi semua harus mengikutinya," kata Jonathan di MK, Selasa, 15 Februari 2022.

"KPU Kabupaten Yalimo dan KPU Pusat jangan serta-merta memperpanjang, padahal KPU tahu bahwa untuk memperpanjang ini, mereka sudah berpengalaman ketika keputusan nomor 63 Kota Pekanbaru. Sehingga diuji ketidakmampuan itu oleh MK, apakah betul tidak mampu? Apa permasalahannya? Diuji sehingga MK boleh memperpanjang," sambungnya.

Lantas, dia menegaskan bahwa pihaknya mampu membuktikan bahwa apa yang disampaikan KPU Yalimo beberapa waktu lalu terkait Pemkab tidak mempunyai dana adalah bohong.

"Ini belum diuji sudah serta-merta. Dan kami dapat membuktikan bahwa apa yang dikatakan KPU selama ini bahwa Kabupaten Yalimo tidak punya uang. Itu omong kosong. Karena berdasarkan hasil audit BPK. Dan bisa dicek ke rekening pemda bahwa sejak tanggal 1 Januari 2021 - 31 Desember 2021, ada uang tersimpan di dalam kas sebesar 155 miliar, dan pada bulan September menjadi 229 miliar. Kan jelas-jelas bahwa uang ini boleh dipakai," tuturnya.

Jonathan menyampaikan bahwa dana Pemkab dapat dipergunakan berdasarkan PERMENDAGRI No 54 Tahun 2019 tentang Pendanaan Kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Wali Kota Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

"Itu ada dasar hukumnya di Peraturan Menteri Dalam Negeri no 54 tahun 2019 bahwa kas daerah boleh dipakai. Jangan seakan-akan pihak KPU, Pemda, dan pihak-pihak lainnya berputar-putar menyalahkan Jakarta terus "bahwa uang kami tidak ada". Ini kan terbuka sendiri di persidangan. Dan barang ini didapatkan di dalam auditor BPK," tuturnya.

Oleh sebab itu, dia juga menyarankan agar MK melakukan pengecekan dana Pemkab tersebut di Bank Papua.

"Sekarang Mahkamah silakan mengecek di Bank Papua nomor rekening yang tadi kami sampaikan. Ada enggak itu uangnya. Kami yang bohong atau KPU yang bohong. Jangan serta-merta memperlakukan hukum. Ini polemik hukum," kata Jonathan.

Lebih lanjut, dia mengaku berterima kasih atas diberikannya kesempatan bagi pihaknya untuk mengikuti persidangan yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi, Selasa siang, 15 Februari 2022.

Sebab, menurutnya, hal ini menjadi prioritas penting buat negara dan dunia hukum Indonesia.

"Karena apa? Jangan sampai MK mengabulkan permohonan KPU. Berarti lebih tinggi putusan KPU daripada putusan MK. Ini bahaya. Karena sudah dijelaskan seperti di dalam persidangan tadi. Yang disampaikan KPU bahwa mereka sudah membuat laporan menyampaikan permasalahan," tuturnya.

"Iya betul. Tapi kok cuma minta membuat laporan? Tapi kan tidak pernah mengajukan permohonan perpanjangan. Kalau KPU Yalimo dan KPU Pusat mengajukan permohonan perpanjangan, pasti mahkamah akan melakukan persidangan dan mengkaji di mana letak kebenaran dan kesalahan. Ini akan menjadi preseden buruk kalau MK mengabulkan permohonan dari KPU," katanya menambahkan.

Dia mengaku tidak mempermasalahkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Yalimo, Nahor Nekwek-John Wilil. Namun persoalan hukum ini, lanjutnya, harus diselesaikan.

"Saya tidak permasalahkan tentang Nahor Nekwek-John Wilil dan peserta lainnya. Tapi ini masalah hukum yang harus dilihat. Untuk masalah di republik ini jangan diinjak-injak. Coba bayangkan, keputusan MK itu final and binding dan itu dilaksanakan berdasarkan adresat masing-masing," katanya.

Selain itu, kata Jonathan, MK bertujuan melakukan PSU di Kabupaten Yalimo agar bupati yang terpilih itu secara demokrasi bukan rekayasa macam-macam.

"Itulah tujuan MK melakukan PSU, tapi dicederai oleh KPU, orang-orang tertentu, dan pemain politik. Oleh karena itu kami minta agar MK mendiskualifikasi calon Nahor. Oleh karena itu, saya mohon kepada MK agar jangan tercederai keputusannya khusus kepada Pilkada Yalimo," ucap Jonathan.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya