Jakarta - Ketua DPR Puan Maharani menggelar ramah-tamah dengan sejumlah kelompok perempuan guna untuk menyerak implementasi terkait Undang-Undang TPKS, di Ruang Pustakaloka Nusantara IV, Senayan, Jakarta, Jumat, 22 April 2022.
Puluhan kelompok perempuan itu terdiri dari jaringan masyarakat sipil dan para aktivis jaringan pembela korban kekerasan seksual.
Hadir juga dalam kesempatan itu mendampingi Puan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Krisdayanti, dan Anggota DPD RI Sylviana Murni, serta Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani.
"Kami bertemu teman-teman dari berbagai elemen yang kemudian sangat mendukung dan meminta agar implementasi dari UU TPKS ini bisa berjalan sebagaimana yang menjadi cita-cita kita semua," kata Puan meneruskan keterangannya, Sabtu, 23 April 2022.
Yang perlu dikawal, lanjutnya, bagaimana kita mencegah, memitigasi sehingga UU TPKS bermanfaat dalam melindungi dan menjaga serta mencegah jangan sampai ada korban kekerasan kepada perempuan dan anak pada khususnya.
Lebih lanjut, dia mengapresiasi dukungan dari semua elemen bangsa telah bergotong royong untuk bisa segera mengesahkan UU ini.
Menurutnya, saat ini bola ada di pemerintah, aturan-aturan turunan terkait dengan UU TPKS harus segera diselesaikan sehingga implementasi di lapangan itu jadi lebih kuat.
"Tentu saja semangat ini saya harapkan juga bisa dilakukan di UU lain. Sehingga masukan itu selalu dilihat dari bukan hanya di dalam saja tetapi di luar. Sehingga nantinya setiap UU bisa bermanfaat bagi negara," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka menyebut, seusai pengesahan UU TPKS, ia banyak menerima pesan bahwa kelompok perempuan ingin bertemu Puan Maharani.
"Banyak sekali kiriman pesan bisa enggak kita ketemu Mbak Puan mau say thank you. Jadi saya sampaikan ke Mbak Puan dan kebetulan Mbak Puan senang sekali menyambut keinginan bertemu ini sekaligus memperingati hari Kartini, hari perjuangan perempuan Indonesia," ujar Diah.
Diah menegaskan, UU TPKS mungkin hadiah di hari Kartini, namun perjuangan itulah yang lebih tepat menjadi hadiah bagi Kartini se-Indonesia, perempuan-perempuan di segala lini yang concern bagi peradaban bangsa Indonesia.
"Ini luar biasa dijalani seluruh perempuan di tanah air di desa desa sampai lobi-lobi di tingkat DPR sampai pemerintah. Kerja keras yang luar biasa dan luar biasanya lagi kita punya ketua DPR perempuan yang mengetukkan palu keputusannya," ucapnya.
Salah satu perwakilan kelompok perempuan mengurai sejarah draf RUU TPKS yang sudah sejak lama diperjuangkan. Adalah Susi Handayani Direktur Pusat Pendidikan untuk Perempuan dan Anak (PUPA) mewakili aktivis perempuan Bengkulu bercerita ia dan teman-temannya pernah menyampaikan draf pertama RUU PKS (sebelum menjadi TPKS) kepada Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri di tahun 2016.
"Ini kayak benang merah, kita melihat dari celah legislatif lah ini bisa dititipkan, bagaimana misalnya terjadi penolakan-penolakan, 2016 ada kasus Yuyun di Bengkulu, pada saat itu mulai menggerakkan, Presiden mengeluarkan surpres karena pada saat itu maju mundur. 2020 ada sinarnya," kata Susi.
"Bu Mega keturunan Bengkulu, Mbak Puan juga keturunan Bengkulu, Yuyun yang korban juga adalah anak Bengkulu. Ketika Bu Paun mengetuk palu itu, saya menangis. Mungkin banyak Yuyun-yuyun yang lain, dalam pikiran saya pengalaman memperjuangkan ini itu yang mengharu biru. Ada banyak PR yang harus dikawal, berangkulan," sambung Susi Handayani.[]