Jakarta — Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-25 di Kantor Pusat ICRP, Sabtu, 12 Juli 2025.
Perayaan tersebut dihadiri berbagai perwakilan kelompok agama atau kepercayaan di Indonesia. Dalam sambutannya, salah satu pendiri ICRP, Prof. Musdah Mulia, menegaskan kembali komitmen ICRP untuk terus merawat perdamaian di tengah kebinekaan bangsa.
Musdah Mulia menceritakan, ICRP pada dasarnya sudah dirintis sejak awal dekade 1990-an, jauh sebelum resmi dideklarasikan pada era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di tahun 2000-an.
Saat itu, para penggagasnya berkumpul dengan satu cita-cita: membangun sebuah organisasi lintas iman yang bertujuan merajut perdamaian di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
“ICRP adalah sebuah organisasi yang sesungguhnya sudah ada sebelum launching di tahun 2000-an, ketika Gus Dur menjadi Presiden. Jauh-jauh sebelum itu, di tahun 90-an, saya masih ingat dan ikut dalam berbagai pertemuan menggagas sebuah organisasi yang bertujuan untuk merajut perdamaian di antara kebinekaan masyarakat Indonesia,” kata Musdah.
Ia menekankan, keragaman adalah wajah Indonesia yang nyata. Penduduk Indonesia sejak lama hidup dalam perbedaan suku, agama, kepercayaan, dan latar belakang lainnya. Karena itu, menurutnya, kebinekaan adalah keniscayaan yang harus dirawat bersama.
Musdah mengenang bagaimana gagasan ICRP tumbuh di masa Orde Baru yang pada masa itu penuh tekanan.
“Pada masa itu adalah masa-masa represif. Kita tidak bisa menampakkan diri terlalu vokal berbicara tentang pentingnya demokrasi. Tapi alhamdulillah, ICRP berdiri dengan semangat reformasi untuk mendukung proses demokratisasi pada masa itu,” tuturnya.
Baginya, demokrasi adalah jalan untuk menegakkan hak asasi manusia, keadilan, dan kesetaraan bagi semua warga negara tanpa terkecuali, termasuk para penganut agama dan kepercayaan di luar agama resmi negara.
“Itulah sebabnya mengapa ICRP sangat mendukung dan berkomitmen mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai spiritualitas. Agama dan kepercayaan yang tumbuh di Indonesia mengedepankan pentingnya perdamaian, persatuan, dan keadilan bagi semua warga,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur ICRP Ilma Sovryanti dalam sambutannya mengatakan bahwa 25 tahun ICRP kali ini mengusung tema Merawat warisan Gus Dur dan Djohan Effendi dalam semangat Menghormati Keberagaman dalam kehidupan keagamaan.
"Tema kali ini, kami di ICRP ingin merawat warisan dari seorang Gus Dur dan Djohan Efendi, untuk menghormati keberagaman dalam wajah keagamaan. Tentu tujuan akhirnya adalah untuk Indonesia yang menghargai kebebasan beragama dan berkeyakinan" tuturnya
Selanjutnya, Ilma menyatakan bahwa perayaan hari ini adalah perayaan bersama dengan Komunitas Agama atau Keyakinan.
Gelaran syukuran yang ada hari ini, sambungnya, adalah wujud syukur komunitas agama dan kepercayaan yang sangat banyak dan beragam di Indonesia.
"Syukuran 25 tahun ICRP adalah perayaan bersama agama-agama atau kepercayaan yang ada di Indonesia. Kami percaya bahwa selama 25 tahun kehadiran ICRP mendapat tempat dan membuktikan keberpihakan kepada pihak keyakinan apa pun atas nama kemanusiaan dan persaudaraan lintas iman"
Di akhir, Ilma mengungkap ICRP akan selalu hadir dan tetap berkomitmen untuk menjaga dan merawat kebersamaan sehingga terwujudnya perdamaian di tengah-tengah masyarakat.
"ICRP masih ada, ICRP tetap eksis dan hadir untuk Indonesia yang beragam. Kami akan terus menjaga komitmen untuk merawat kebersamaan yang sudah berlangsung selama 25 tahun, dan berharap menuju 25 tahun berikutnya kami tetap hadir untuk Indonesia yang beragam" tandasnya
Di dalam perayaan harlah ini, hadir juga berbagai komunitas agama dan kepercayaan yang memberikan refleksi 25 tahun ICRP, mereka antara lain Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), Ahlul Bait Indonesia (ABI), Sunda Wiwitan, Komunitas Eden, PP Muhammadiyah dan masih banyak komunitas agama yang hadir untuk bersama merayakan pesta perak ICRP.
Pengurus dan pelaksana di ICRP berkomitmen menghapus segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan atas nama agama. Bagi ICRP, setiap warga negara berhak mendapat perlakuan yang setara dan perlindungan utuh dari negara.
“Alhamdulillah, dalam 25 tahun ini, ICRP sudah menunjukkan banyak progres. Negara juga semakin berprinsip pada penegakan demokrasi. Kita bersinergi dengan banyak pihak, baik pemerintah maupun kelompok agama dan kepercayaan, untuk menegakkan demokrasi, kebebasan beragama, dan kebebasan berkeyakinan,” jelas Musdah.
Musdah sebagai pendiri ICRP juga menekankan bahwa perdamaian bukan hanya soal hubungan antarumat beragama, tetapi juga erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dasar warga negara.
“Merajut perdamaian bukan hal yang gampang. Banyak persyaratan, salah satunya kebutuhan masyarakat harus terpenuhi. Karena itu kami juga berkomitmen membantu pemerintah mengurangi kemiskinan, menekan pengangguran, karena itu semua adalah kendala dalam membangun perdamaian,” ujarnya. []