News Kamis, 23 Juni 2022 | 22:06

RUU PPRT Mandek, DPR: Jangan Sampai Mencederai Prinsip Keadilan dan Kesejahteraan Sosial

Lihat Foto RUU PPRT Mandek, DPR: Jangan Sampai Mencederai Prinsip Keadilan dan Kesejahteraan Sosial Anggota Komisi XI DPR, Netty Prasetiyani Aher.(Foto:Opsi/Istimewa)

Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher mendesak pimpinan DPR agar dalam sidang paripurna mendatang segera mengagendakan dan mengesahkan RUU PPRT, yang telah masuk daftar Prolegnas sejak 2004, sebagai RUU inisiatif DPR.

Menurut Netty, pengesahan undang-undang ini terhambat karena masih ada fraksi di DPR RI yang belum sepakat untuk membawa RUU PPRT ke sidang paripurna. 

"Masih ada persepsi dan sudut pandang yang belum komprehensif tentang sejumlah isu pada RUU PPRT," kata Netty meneruskan keterangan tertulisnya, Kamis, 23 Juni 2022.

Padahal, lanjutnya, isu RUU PPRT tersebut menyangkut jaminan pelindungan profesi pekerja rumah tangga yang selama ini belum diakui dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia. 

"Prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial untuk seluruh rakyat mengharuskan negara memiliki undang-undang yang dapat menjamin dan memayungi hak mereka. Jangan sampai prinsip ini tercederai karena penundaan pengesahannya," tuturnya.

Politisi PKS ini berpandangan, pengesahan RUU PPRT akan membuka akses pekerja rumah tangga terhadap semua paket bantuan sosial pemerintah. 

"Faktanya, PRT tergolong orang miskin dan tidak mampu yang berhak mendapat bantuan dari negara, namun selama ini belum terdaftar," ujarnya.

Selain itu, kata dia, adanya undang-undang PPRT akan berdampak pula pada pelindungan pekerja rumah tangga dari kekerasan, jaminan kebebasan membentuk perkumpulan atau serikat pekerja, serta pengaturan hak kewajiban pekerja dan pemberi kerja secara adil dan proporsional.

Lebih lanjut, dia mengatakan penundaan pengesahan RUU PPRT menyebabkan beragam persoalan terkait pekerja rumah tangga akan makin kompleks dan bertumpuk.

"Kita harus mulai mengurai benang kusut persoalan PRT, semisal eksploitasi dan kekerasan yang dialami pekerja, kesewenangan penyedia jasa, kesimpangsiuran jam kerja, pengabaian perhitungan upah, termasuk masalah keluhan atau kerugian pemberi kerja akibat pekerja rumah tangga yang kurang terlatih," katanya.

Masa pembahasan yang sudah mencapai 18 tahun, menurutnya, membuat banyak pihak menanti sikap tegas Bamus dan pimpinan DPR untuk segera mengesahkan RUU PPRT.

"Perhatian publik terhadap isu ini cukup besar. Keterlibatan media sosial juga cukup luas. Jangan sampai Badan Musyawarah dan pimpinan DPR RI dinilai publik sebagai penghambat penjadwalan RUU PPRT di sidang paripurna," ucap Netty Aher.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya