Pilihan Selasa, 22 April 2025 | 16:04

Setelah Paus Fransiskus Pergi: Dunia Menanti Pemimpin Baru Umat Katolik

Lihat Foto Setelah Paus Fransiskus Pergi: Dunia Menanti Pemimpin Baru Umat Katolik Kota Vatikan.(Foto:Istimewa)

Jakarta - Kepergian Paus Fransiskus pada Senin, 21 April 2025, menandai akhir dari sebuah era kepemimpinan Gereja Katolik yang reformis dan penuh welas asih.

Namun seiring doa-doa penghormatan mengalir dari penjuru dunia, muncul pula satu pertanyaan besar: siapa yang akan melanjutkan tongkat estafet sebagai pemimpin umat Katolik sedunia?

Dalam hiruk pikuk spekulasi dan kontemplasi, sejumlah nama mulai menanjak sebagai calon kuat penerus takhta Santo Petrus.

Dari Asia, Afrika hingga jantung Eropa, sosok-sosok kardinal dengan latar belakang, pemikiran, dan gaya kepemimpinan yang beragam kini menjadi sorotan.

Luis Antonio Tagle: Harapan dari Timur

Dikenal sebagai "Fransiskus dari Asia", Kardinal Luis Antonio Tagle membawa harapan akan terpilihnya paus pertama dari benua Asia.

Sosok sederhana yang selama 20 tahun tinggal di seminari tanpa AC atau televisi ini menjunjung tinggi nilai kedekatan dengan umat.

Kesederhanaannya, ditambah gaya pastoral yang hangat dan progresif, menjadikannya figur kuat di mata para kardinal reformis.

Namun, usianya yang masih 67 tahun justru bisa menjadi kendala. Sebagian kardinal cenderung memilih paus yang lebih senior untuk menghindari masa kepemimpinan yang terlalu panjang.

Peter Turkson: Jalan dari Afrika

Kardinal Peter Turkson dari Ghana, penasihat dekat Paus Fransiskus dalam isu perubahan iklim dan keadilan sosial, dinilai berpeluang menorehkan sejarah sebagai paus kulit hitam pertama.

Kiprahnya di berbagai forum internasional memperkuat citranya sebagai pemimpin global yang vokal.

Namun, pengunduran dirinya dari jabatan penting pada 2021 dan intensitasnya tampil di media menimbulkan spekulasi: apakah ia sungguh tidak menginginkan jabatan paus, atau sedang berkampanye secara halus?

Peter Erdo: Benteng Konservatif dari Eropa Tengah

Dari sisi konservatif, Kardinal Peter Erdo asal Hungaria tampil sebagai kandidat yang dinilai mampu membawa Gereja kembali ke akar hukum dan doktrin tradisional.

Di tengah kritik terhadap "keterbukaan berlebih" selama kepemimpinan Paus Fransiskus, Erdo dianggap sebagai figur "aman" yang punya pijakan kuat dalam hukum Gereja.

Namun, sikapnya yang pernah sejalan dengan pandangan imigrasi Viktor Orban juga mengundang pertanyaan: sejauh mana ia bisa menjaga keseimbangan antara iman dan kemanusiaan?

Pietro Parolin: Sang Diplomat Vatikan

Sebagai Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Pietro Parolin memainkan peran penting dalam diplomasi internasional Vatikan, termasuk upaya mediasi perang Rusia-Ukraina.

Sosoknya dikenal tenang dan strategis, namun dibayangi kasus skandal properti yang masih dalam proses hukum.

Ini menjadi batu sandungan yang bisa memengaruhi kepercayaan para pemilih di balik dinding Sistina.

Nama-Nama Lain yang Menguat

Beberapa nama lain juga turut mengisi peta suksesi. Kardinal Jose Tolentino dari Portugal dan Matteo Zuppi dari Italia mencerminkan garis progresif yang dekat dengan warisan Fransiskus.

Sementara Kardinal Mario Grech dari Malta disebut sebagai figur kompromi: dekat dengan Paus, namun berpijak pada nilai konservatif.

Dari Afrika, Kardinal Robert Sarah muncul sebagai suara keras konservatisme dengan kritik terhadap ideologi gender dan Islam radikal.

Pemilihan paus bukan sekadar soal suara terbanyak. Ini adalah panggilan spiritual, pertimbangan geopolitik, serta refleksi atas arah masa depan Gereja Katolik.

Apakah akan berlanjut di jalur reformasi Fransiskus, atau kembali ke akar tradisional?

Jawaban itu kini berada di tangan para kardinal, di balik pintu tertutup Kapel Sistina — tempat di mana Roh Kudus dipercaya ikut membimbing pilihan mereka.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya