Jakarta - Pemerintah Singapura pernah menolak seorang pendeta dari Amerika Serikat (AS) untuk kembali ke negara itu, setelah khotbahnya yang cenderung menyerang Islam.
Otoritas hukum di negara itu meminta pendeta dimaksud, Lou Engle kembali ke Singapura, setelah dirinya pulang ke AS seusai mengisi acara Kingdom Invasion Conference pada 25 Maret 2018.
Dia disuruh kembali ke Singapura untuk dimintai keterangan. Tidak dijelaskan Pdt Lou apakah merespons panggilan kepolisian Singapura saat itu.
"Polisi sudah memintanya kembali ke Singapura untuk diwawancarai," demikian pernyataan Kepolisian Singapura, dikutip dari Inews.id, Rabu, 18 Mei 2022.
Pdt Lou dalam acara yang digelar Cornerstone Community Church itu mengatakan, umat Islam telah mengambil alih seluruh selatan Spanyol.
Karenanya dia akan membangkitkan kembali seluruh gereja di Spanyol untuk membendung pergerakan Muslim modern di sana.
Kementerian Dalam Negeri Singapura (MHA) setelah mendapat laporan ceramah yang cenderung menyerang agama Islam itu, menyelidiki insiden tersebut dan akan mengambil tindakan tegas jika ditemukan bahwa pernyataan Lou Engle berpotensi merusak kerukunan beragama di Singapura.
Baca juga:
MHA: Abdul Somad Pura-pura Kunjungan Sosial ke Singapura
Pada Rabu 4 April 2018 malam, pastor senior Yang Tuck Yoong bertemu dengan ulama Mohammad Fatris Bakaran dan para pemimpin komunitas Muslim Singapura di Singapore Islamic Hub.
Dia menyatakan permintaan maaf atas pernyataan Lou Engle tersebut. Dia menegaskan, Lou Engle tak akan diundang lagi di kemudian waktu.
Dia juga tidak mengetahui bahwa Engle pernah menyampaikan pernyataan kontroversial sebelumnya.
Yang mengaku sudah menghubungi Engle dan mengatakan bahwa pernyataannya menimbulkan banyak masalah di sini dan tidak akan diundang ke Singapura lagi.
Kejadian teranyar, pada 16 Mei 2022 otoritas di Singapura mendeportasi Ustaz Abdul Somad (UAS) dari Indonesia. MHA menilai UAS sosok penyebar agama yang pro ekstremisme.
MHA secara gamblang menyebutkan, Ustaz Abdul Somad telah menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama seperti Singapura.
"Misalnya, Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi `syahid`," kata MHA Singapura. []