Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Irma Chaniago menyoroti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai otoritas tunggal dalam organisasi profesi dokter.
Irma menilai, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merupakan lembaga yang tidak tersentuh. Sebab, kewenangan yang besar tanpa ada pihak yang mengawasi.
Hal ini diungkapkan Irma dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IX DPR RI dengan Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan terkait Revisi UU Praktik Kedokteran, Kamis, 9 Juni 2022.
"Masalah utama IDI tidak punya badan pengawas, nah ini yang kemarin saya ributin di Media. Saya tidak setuju dengan super bodinya itu, saya tidak setuju," kata Irma seperti dikutip pada Jumat, 10 Juni 2022.
Lebih lanjut, dia menyinggung ketidaksetujuannya terhadap super bodi IDI. Salah satunya, terkait langkah IDI memberhentikan keanggotaan Terawan.
Sisi lain, Politisi fraksi Partai NasDem ini menilai IDI telah melanggar 3 asas pembentukan IDI itu sendiri.
"Ada tiga hal yang disampaikan oleh mereka kemarin ketiga diundang oleh Komisi IX. Ketiganya dilanggar oleh IDI, tidak dijalankan oleh IDI. Misalnya memecat dr Terawan. Saya enggak peduli dr. Terawan itu siapa, tapi enggak boleh main pecat-pecat begitu saja," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menyinggung adanya lulusan pendidikan kedokteran yang tidak bisa berpraktik sebagai dokter lantaran tak lulus ujian praktik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).
Menurutnya, di sinilah IDI perlu turun tangan agar jangan sampai ada dokter muda yang tak bisa berpraktik imbas tak lulus ujian Dikti, padahal sudah diluluskan oleh universitas.
"Kedua, misalnya ada banyak dokter muda yang tidak lulus ujian praktik Dikti misalnya. Kan mereka sudah lulus dari universitasnya masing-masing, kenapa hanya karena tidak lulus Ujian Kompetensi di Dikti, mereka tidak bisa mendapatkan izin praktik?" tuturnya.
Sebelumnya, Sekretaris Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan Judilherry Justam mengusulkan revisi Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Dia menilai, dicantumkannya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam UU, sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter merupakan hal tidak lazim.
Irma menegaskan, pasca UU Praktik Kedokteran ditetapkan pada tahun 2004, disebutkan IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter di Indonesia yang memegang kendali pada organisasi profesi dokter di tingkat pendidikan hingga organisasi profesi praktik kedokteran.
IDI sebagai organisasi tunggal memegang kendali dari hulu hingga hilir dunia kedokteran di Indonesia.
Sebagai contoh, ujarnya, pada organisasi profesi dokter di tingkat pendidikan, IDI memegang kendali untuk membentuk suatu kolegium kedokteran di Indonesia, yang biasanya menjadi organisasi independen.
"Ini merupakan suatu anomali atau penyimpangan. Tidak ada di dunia, di mana kolegium itu merupakan bagian dari organisasi profesi. Kolegium itu seharusnya terpisah," ucap Judilherry.
Lebih lanjut, dia menuding ada penyalahgunaan wewenang rekomendasi izin praktik yang dilakukan IDI.
Karenanya, ia mengusulkan untuk menghilangkan rekomendasi izin praktik yang hanya bisa dikeluarkan IDI. Hal ini menurutnya juga berdampak pada kurangnya dokter yang berpraktik di Indonesia.
"Saya ingin tambahkan, tidak ada di dunia di mana organisasi dokter memberikan rekomendasi izin praktik. Itu tidak ada, cuma di Indonesia dan enggak perlu disebut nama IDI dalam UU," tutur Judilherry.[]