News Rabu, 18 Juni 2025 | 19:06

Suap Hakim Demi Vonis Bebas Anak, Ibu Ronald Tannur Dipenjara 3 Tahun

Lihat Foto Suap Hakim Demi Vonis Bebas Anak, Ibu Ronald Tannur Dipenjara 3 Tahun Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja.(Foto:Istimewa)

Jakarta — Meirizka Widjaja, ibu dari terpidana kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti, Gregorius Ronald Tannur, dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dalam perkara suap terhadap hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

Majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Meirizka terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Dalam amar putusan yang dibacakan Rabu, 18 Juni 2025, hakim Rosihan Juhriah Rangkuti menjatuhkan vonis tiga tahun penjara serta denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta empat tahun penjara dan denda Rp750 juta.

Kasus ini bermula dari upaya Meirizka dan pengacara Lisa Rachmat untuk memengaruhi putusan perkara pembunuhan yang menjerat Ronald Tannur.

Dengan total suap mencapai Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura, keduanya menyuap tiga hakim PN Surabaya: Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Hasilnya, pada 24 Juli 2024, majelis hakim memvonis bebas Ronald melalui putusan PN Surabaya Nomor: 454/Pid.B/2024/PN.Sby.

Namun, kasus suap ini kemudian terbongkar oleh Kejaksaan. Mahkamah Agung pun mengoreksi vonis bebas tersebut dalam tingkat kasasi. Melalui putusan nomor 1466/K/Pid/2024, MA menghukum Ronald Tannur dengan pidana lima tahun penjara.

Meski ketua majelis Soesilo menyatakan dissenting opinion karena menilai tidak ada mens rea dalam kasus tersebut, dua anggota hakim lainnya tetap menjatuhkan hukuman.

Vonis terhadap Meirizka Widjaja menjadi babak lanjutan dari skandal hukum yang menyoroti upaya manipulasi sistem peradilan demi membebaskan pelaku kejahatan. Meirizka sendiri menerima putusan majelis hakim, sementara jaksa masih menyatakan pikir-pikir, menandakan perkara ini belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht).

Kasus ini menunjukkan bagaimana praktik suap dalam pengadilan tidak hanya mengguncang kredibilitas lembaga peradilan, tetapi juga menyeret keluarga pelaku kriminal ke dalam pusaran hukum yang lebih luas.

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya