Jakarta - Hasil survei yang dirilis oleh Y-Publica menunjukkan bahwa tingkat elektabilitas Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencapai 42,3 persen atau tertinggi dari sejumlah tokoh lainnya di Tanah Air.
"Dengan capaian tersebut Jokowi jauh mengungguli nama-nama yang kerap merajai tiga besar yaitu Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo," kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono mengutip catatan ANTARA, Jumat, 11 Maret 2022.
Kendati demikian, menurut aturan konstitusi Presiden Jokowi tidak bisa maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, karena mantan Wali Kota Solo tersebut sudah atau sedang menjalani periode kedua sebagai presiden.
Dia mengatakan wacana masa jabatan Jokowi dapat diperpanjang dengan menunda pemilihan umum (pemilu), atau membolehkan menjabat hingga tiga periode memang ramai muncul ke publik beberapa waktu terakhir. Akan tetapi, mayoritas publik menolak penundaan pemilu.
Di bawah Jokowi, nama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meraih elektabilitas 14,7 persen. Berikutnya di bawah 10 persen yaitu Anies Baswedan 9,3 persen terpaut tipis dengan Ganjar Pranowo 9,0 persen.
Kemudian Ridwan Kamil 6,0 persen dan Sandiaga Uno 3,6 persen. Nama-nama lain adalah Agus Harimurti Yudhoyono 2,0 persen, Tri Rismaharini 1,3 persen dan Erick Thohir 1,0 persen. Tokoh-tokoh dengan elektabilitas di bawah satu persen yakni Khofifah Indar Parawansa 0,8 persen dan Giring Ganesha 0,6 persen.
Selain itu, ada juga nama Ketua DPR RI Puan Maharani yang memperoleh elektabilitas 0,4 persen, Airlangga Hartarto 0,3 persen, Mahfud MD 0,2 persen dan Andika Perkasa 0,1 persen.
Sementara yang tidak tahu atau tak menjawab sebesar 8,4 persen. Sebagai perbandingan, pada survei November 2021 nama Jokowi tidak dimasukkan, dan elektabilitas tertinggi diraih oleh Ganjar Pranowo yakni 21,1 persen.
Posisi berikutnya diduduki oleh Prabowo Subianto 17,0 persen dan Ridwan Kamil 12,5 persen, Anies Baswedan 8,0 persen dan Sandiaga Uno 7,5 persen.
"Jokowi masih menjadi tokoh paling diunggulkan publik saat ini, disusul oleh Prabowo," ujarnya.
Meskipun elektabilitas maupun kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi masih tinggi, Dia mengingatkan hal itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menabrak atau mengacak-acak konstitusi.
"Amandemen konstitusi sah-sah saja dilakukan, selama ditujukan untuk kepentingan yang lebih besar," ucap Rudi.
Menurutnya, survei hanya bisa menangkap persepsi publik sedangkan pelembagaan demokrasi berjalan melalui pemilu dan sistem perwakilan.
Terakhir, Dia berharap para elite politik dapat bersikap arif dan bijak dalam mengambil keputusan yang sangat mendasar terkait konstitusi.[]