Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menyoroti minimnya fasilitas rehabilitasi bagi pecandu narkoba di berbagai daerah di Indonesia.
Dalam pernyataannya, Presiden berkomitmen untuk segera menambah dan melengkapi pusat-pusat rehabilitasi tersebut guna menangani masalah ketergantungan narkoba secara lebih komprehensif.
"Saya kira perlu tambahan pusat-pusat rehabilitasi ya. Ada beberapa kabupaten yang belum punya, kita harus segera nanti lengkapi," tegas Prabowo kepada wartawan usai menghadiri pemusnahan barang bukti narkoba di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 29 Oktober 2025.
Presiden menegaskan bahwa rehabilitasi merupakan aspek penting dalam memulihkan kondisi pengguna narkoba.
Meski demikian, ia tidak menafikan perlunya upaya pemberantasan peredaran gelap narkoba oleh Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Prabowo menekankan bahwa perang melawan narkoba tidak bisa hanya mengandalkan aparat penegak hukum. Ia menyerukan keterlibatan seluruh elemen masyarakat.
"Tapi ini kerja seluruh bangsa. Jangan hanya mengandalkan satu lembaga, dua lembaga, tidak bisa. Kita semuanya harus bekerja sama karena ini sangat berbahaya," tuturnya.
"Ini perlu semua pihak bekerja keras, orang tua, guru sekolah, lingkungan, ketua RT, kepala desa semuanya harus bekerja," sambung Presiden.
Prabowo juga mendorong peran aktif masyarakat untuk melaporkan setiap indikasi peredaran narkoba.
"Tidak boleh kita izinkan narkoba ini didistribusikan. Begitu ada indikasi, ada yang mau jual, ada yang tahu, lapor segera ini semua," tegasnya.
Ia khususnya mengingatkan para orang tua untuk waspada demi melindungi masa depan anak-anak.
Pernyataan Presiden Prabowo sejalan dengan komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Dalam kesempatan yang sama, Sigit mendorong penguatan upaya rehabilitasi sebagai langkah untuk memulihkan korban penyalahgunaan narkoba agar dapat kembali diterima di masyarakat.
Kapolri mengungkapkan, saat ini terdapat 615 lembaga rehabilitasi di seluruh Indonesia, yang terdiri atas 393 rehabilitasi medis dan 222 rehabilitasi sosial. Namun, jumlah ini dinilai masih belum memadai.
"Faktanya, belum semua kabupaten/kota memiliki lembaga rehabilitasi untuk menampung para korban pecandu narkoba," ujar Sigit.
Oleh karena itu, Sigit menekankan perlunya kerjasama seluruh kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan, terutama Kemenkes, Kemensos, BNN, dan pemerintah daerah, untuk menyediakan tempat rehabilitasi yang memadai.
Ia meyakini bahwa rehabilitasi yang tepat, bukan dengan metode ekstrem, dapat memulihkan pecandu dan mencegah kekambuhan.
Komitmen dari Presiden dan Kapolri ini menandai arah baru dalam penanganan masalah narkoba di Indonesia, dengan penekanan yang lebih seimbang antara penegakan hukum dan pendekatan kesehatan untuk pemulihan korban.[]