Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) RI, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa perusahaan yang tidak mendukung kebijakan pemerintah terkait pengendalian harga minyak goreng akan diaudit.
Luhut menyampaikan, pihaknya telah memetakan perusahaan yang diduga tidak mendukung kebijakan pemerintah. Selain itu, pihaknya juga sudah menyampaikan hal tersebut kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kendati demikian, Luhut tidak menyebut secara detail jumlah perusahaan atau nama-nama perusahaan tersebut.
"Jadi, kami sudah men-pinpoint beberapa perusahaan yang kelihatan main-main dan saya sudah minta dan tanda tangan suratnya, dan sudah saya berikan kepada BPKP, dan BPKP sudah terima," kata Luhut di Badung, Bali, seperti dikutip pada Jumat, 10 Juni 2022.
Dia menyampaikan BPKP kemungkinan akan mulai mengaudit perusahaan-perusahaan itu dalam waktu dekat.
"Ada perusahaan yang barangnya di sini, kantornya di luar negeri. Dia (pemiliknya, Red.) tinggal di luar negeri. Saya pikir tidak adil juga, kita harus hidup dengan keadilan juga," ujarnya.
Menko Marves menjelaskan, pemerintah memberi perhatian khusus kepada harga masalah minyak goreng.
"Pemerintah hari ini memberikan perhatian khusus bagi masyarakat luas untuk dapat menjangkau minyak goreng, dan perhatian yang tidak kalah penting bagi petani kelapa sawit, di mana Bapak Presiden (Joko Widodo, Red.) sampaikan kepada kami pembantunya agar kesejahteraan petani jadi prioritas utama," tuturnya.
Lebih lanjut, kata dia, Presiden Jokowi juga sudah berulang kali meminta para pembantunya di kementerian agar memperhatikan masalah harga minyak goreng.
"Jangan rakyat ini jadi korban, itu akan menimbulkan ketidakstabilan. (Pesan) itu sangat penting, dan itu saya sampaikan ke teman-teman pengusaha tadi, bahwa kami tidak merugikan pengusaha, tetapi pengusaha juga jangan mau cari untung sendiri," kata dia.
Pemerintah, lanjutnya, terus berupaya memastikan harga minyak goreng stabil pada angka Rp 14.000 per liter, sementara untuk harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani ada di atas Rp 2.500–Rp 3.200.
Demi mencapai tujuan itu, Luhut Pandjaitan mengingatkan bahwa perlu kerja sama dari berbagai pihak.
"Marilah kita menghilangkan segala prasangka buruk yang ada dan mengubahnya menjadi kerja sama yang baik, bukan hanya bagi para petani, produsen, dan pemerintah saja, melainkan juga peran serta masyarakat dalam persoalan ini bisa sama-sama kita selesaikan," ucap Luhut Pandjaitan.[]