Jakarta — Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-25 dengan meneguhkan kembali komitmen untuk merawat keberagaman dan kebebasan beragama di Indonesia.
Dalam sambutannya, Ketua 3 ICRP, Prof. Dr. Chandra Setiawan, Ph.D, menyampaikan bahwa ICRP sejak awal berdiri atas gagasan inklusif Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan mantan Menteri Sekretariat Negara era pemerintahan Gus Dur, Djohan Effendi.
“ICRP membuka ruang dialog bagi seluruh komunitas lintas iman, termasuk agama leluhur, penghayat kepercayaanbuntuk bersama-sama bersuara dalam wacana keberagaman,” ujarnya di Kantor Pusat ICRP, Jakarta, Minggu, 13 Juli 2025.
Prof. Chandra menegaskan, ICRP lahir dari semangat membangun masyarakat damai, berkeadilan, serta saling menghormati perbedaan agama dan keyakinan.
Ia menilai, semangat tersebut menjadi salah satu landasan kemajuan Indonesia hingga hari ini.
“Menegakkan kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah memperjuangkan kehidupan dan merawat Indonesia itu sendiri,” kata Prof. Chandra, mengutip pandangan pendiri ICRP, Prof. Musdah Mulia.
Meski demikian, ia mengakui perjalanan ICRP tidak selalu mudah. Tantangan intoleransi, diskriminasi, dan upaya penyeragaman keberagaman masih terus dihadapi hingga saat ini.
Sebagai organisasi nirlaba, non-sektarian, dan independen, ICRP berperan strategis dalam menjaga keberagaman. “Keberagaman bukanlah ancaman, melainkan tonggak jati diri bangsa. Ini anugerah yang memperkaya identitas Indonesia di mata dunia,” tegasnya.
ICRP, lanjut Prof. Chandra, terus membangun jembatan antarumat beragama melalui dialog lintas iman, konferensi, advokasi HAM, dan pengembangan studi perdamaian. Sejumlah program seperti Festival Toleransi, Dialog Antar Iman, Konferensi Internasional, hingga Pendidikan Inklusif Berbasis Komunitas akan terus dijalankan.
Ia juga menyebut ICRP aktif menjalin kerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga negara, termasuk Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Luar Negeri, hingga Kementerian Kesehatan.
“Yang terpenting, ICRP menjalin kolaborasi otentik dengan lintas agama, majelis, dan komunitas kepercayaan, untuk mewujudkan moderasi beragama dengan pendekatan interfaith,” ungkapnya.
Di usia seperempat abad ini, ICRP mengajak seluruh elemen bangsa terus menanamkan nilai kemanusiaan, persaudaraan, dan keadilan yang menjadi inti ajaran semua agama.
Pendidikan agama yang menekankan moralitas dan spiritualitas, menurutnya, harus menjadi ruh penguatan karakter generasi penerus bangsa.
“Nilai-nilai seperti menghormati sesama, menjaga persatuan, dan menolak segala bentuk intoleransi, termasuk terhadap kelompok minoritas, harus terus kita tanamkan,” tegasnya.
Menutup sambutannya, Prof. Chandra berharap Festival Toleransi dapat menjadi agenda rutin tahunan.
“Semangat harmoni dalam keberagaman harus kita hidupkan bersama, agar Indonesia menjadi teladan dunia dalam mewujudkan perdamaian dan kebebasan beragama,” tuturnya.
Ia pun mengajak seluruh pihak melanjutkan warisan Gus Dur dan Djohan Effendi.
“ICRP harus tetap menjadi rumah perdamaian, tempat setiap suara didengar, setiap keyakinan dihormati, dan setiap langkah diarahkan untuk kebaikan bersama,” pungkasnya.[]