Jakarta - Realisasi pendapatan negara hingga 31 Maret 2025 tercatat sebesar Rp 516,1 triliun. Di sisi lain, belanja negara telah mencapai Rp 620,3 triliun.
Ketimpangan ini menjadi sorotan
Ia menegaskan, Kementerian Keuangan harus bekerja lebih keras untuk menggenjot penerimaan negara di tengah gejolak ekonomi global.
“Penerimaan perpajakan hingga akhir Maret hanya mencapai 16,1 persen dari target APBN. Ini jauh lebih rendah dibanding tahun 2024 yang melampaui 20 persen, atau 2023 sebesar 24,96 persen,” ujar Anis di Jakarta, Selasa, 22 April 2025.
Ia menilai lemahnya performa pajak tidak lepas dari pengaruh eksternal serta efektivitas sistem perpajakan nasional, khususnya Coretax.
Anggota Komisi XI DPR RI ini mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki sistem perpajakan serta memperluas penetrasi pasar ke Amerika Serikat.
Menurutnya, langkah ini bisa membuka potensi tambahan devisa hingga USD 6,4 miliar, dengan asumsi penguasaan 10 persen pangsa pasar setara negara mitra dagang Indonesia.
“Penetrasi pasar ini bisa membawa efek berantai besar bagi ekonomi Indonesia. Salah satunya melalui penciptaan lapangan kerja di sektor padat karya,” jelas Anis.
Ia juga menyoroti dampak harga komoditas yang terus melemah, yang dinilai sangat memengaruhi penerimaan negara, baik dari sisi pajak maupun PNBP.
“Penurunan harga komoditas sangat sensitif terhadap penerimaan negara. Pemerintah harusnya lebih siap meminimalisir dampak tersebut,” katanya.
Meski begitu, Anis memberi apresiasi atas kinerja pajak yang mulai menunjukkan tanda pemulihan secara year-on-year (yoy) per Maret 2025.
“Kinerja yang sudah baik harus dijaga. Terlihat dari tren penerimaan kumulatif sejak Desember 2024 hingga Maret 2025 yang menunjukkan peningkatan dibanding tahun sebelumnya,” tambahnya.
Namun demikian, ia mengingatkan agar pelaksanaan realisasi anggaran berjalan sesuai jadwal.
Ia menilai keterlambatan penyerapan anggaran masih menjadi masalah klasik yang belum juga diatasi oleh banyak instansi pemerintah.
“Padahal ketidakpastian global makin nyata. Maka, dibutuhkan usaha yang masif dari seluruh lini pemerintah,” ujar legislator perempuan dari Fraksi PKS ini.
Lebih jauh, ia mendorong alokasi APBN diarahkan kepada sektor-sektor dengan dampak ganda yang kuat terhadap perekonomian nasional.
Hal ini dinilai penting untuk mendongkrak kepercayaan konsumen dan pergerakan sektor usaha.
“Apalagi menurut survei Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus menurun selama tiga bulan berturut-turut sejak Januari 2025. Ini harus jadi perhatian serius,” pungkasnya.[]