Jakarta – Polisi membongkar jaringan perdagangan orang yang melibatkan warga negara Lebanon. Modusnya, calon pekerja migran dijanjikan gaji besar hingga Rp 30 juta per bulan untuk bekerja di luar negeri.
Kapolresta Bandara Soekarno-Hatta Kombes Ronald FC Sipayung mengatakan, iming-iming itu menjadi alasan banyak warga tergiur untuk berangkat tanpa izin resmi.
“Masih banyak masyarakat kita tertarik bekerja ke luar negeri karena janji mendapat upah Rp16 sampai Rp30 juta per bulan,” kata Ronald di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis, 9 Oktober 2025.
Dalam empat bulan terakhir, petugas mencegah keberangkatan 430 calon pekerja migran ilegal (CPMI) ke berbagai negara, mulai dari Malaysia, Arab Saudi, hingga Korea Selatan.
“Negara tujuan mereka antara lain Kamboja, Arab Saudi, Malaysia, Oman, Singapura, Laos, Cina, Korea Selatan, dan Taiwan,” ujarnya.
Para korban dijanjikan berbagai pekerjaan, mulai dari asisten rumah tangga hingga operator judi online.
Ada pula yang ditipu dengan tawaran kerja di bidang penipuan daring (scamming) yang menargetkan sesama warga Indonesia.
“Selain judi online dan pekerjaan rumah tangga, ada yang ditawarkan kerja di bidang scamming. Bahkan ada yang dijanjikan kerja di perkebunan dan restoran,” tambah Ronald.
Polisi telah menangkap 39 tersangka yang diduga sebagai perekrut dan pengirim CPMI ilegal. Setiap tersangka mendapat bayaran Rp 2 juta hingga Rp 7 juta untuk setiap orang yang berhasil diberangkatkan.
“Motifnya murni ekonomi. Para tersangka tergiur dengan imbalan yang dijanjikan untuk tiap calon pekerja,” ujar Ronald.
Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta Kompol Yandri Mono menambahkan, selain 39 tersangka yang sudah diamankan, masih ada 24 orang yang masuk daftar pencarian (DPO).
Salah satunya adalah pemegang paspor Lebanon berinisial AR, yang diduga bagian dari jaringan internasional.
“Tim kami masih memburu seorang warga nkegara Lebanon berinisial AR. Statusnya sudah tersangka dan masuk dalam DPO,” kata Yandri.
Polisi menyebut pengungkapan kasus ini menjadi bukti masih maraknya praktik TPPO dengan jaringan lintas negara yang memanfaatkan kebutuhan ekonomi warga untuk dijadikan komoditas manusia.[]