Pematangsiantar - Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) PTPN III Bangun terbit pada 24 Januari 2005. Ini adalah perpanjangan yang diajukan pihak kebun milik BUMN itu.
Anehnya, permohonan perpanjangan sertifikat dimaksud tertanggal 8 Juli 2005. Menyoal ini, Kuasa Hukum PTPN III Bangun, Ramses Pandi menilai hal itu baik-baik saja.
Ramses mengatakan bahwa permohonan perpanjangan HGU tanggal 20 Desember 2002 dan sertifikatnya terbit 24 Januari 2005, yakni perpanjangan Sertifikat HGU No.1 Pematangsiantar seluas 126.59 Ha.
Namun yang tertera di sertifikat HGU tersebut, permohonan perpanjangan tertanggal 8 Juli 2005 dan terbit 24 Januari 2005.
"Menurut saya hal ini sudah jelas. Bahwa HGU PTPN III Bangun yang diterbitkan BPN berlaku hingga 2029. Setelah terbit, baru dibukukan oleh BPN Simalungun. Produk keluar terlebih dahulu. Baru dibukukan," ujarnya melalui pesan WhatsApp pada Rabu, 25 Mei 2022 pukul 15.40 WIB.
Dipertegas soal keabsahan sertifikat, kenapa sertifikat terlebih dahulu terbit baru kemudian permohonan perpanjangan sertifikat.
"Menurut hemat saya, tergantung seseorang melihat dari sudut pandang mana. Tidaklah bisa kita paksakan pandangan orang lain, dengan pandangan kita," sahutnya.
Dia mengatakan, langkah yang dilakukan pihak PTPN III Bangun untuk menyelamatkan aset negara.
Baca juga:
Jaksa dan Polisi di Pematangsiantar Pelajari Kejanggalan Sertifikat HGU PTPN III Bangun
"Sudah saya jelaskan permohonan PTPN III (pada) Desember 2002. Terbit 2005. Dibukukan 2006. Apa yang salah. Kalo dari sudut pandang saya baik dan bagus. Sudah baik dan benar itu. Kalo untuk menilai produk salah satu lembaga negara kita harus ajukan judicial review. Karena itu produk BPN. Yeah saya anggap baik aja," jawabnya.
Sebelumnya anggota Komisi I DPRD Kota Pematangsiantar dari Fraksi Partai Demokrat Ilhamsyah Sinaga mempertanyakan kejanggalan tanggal terbit dan permohonan sertifikat tersebut dalam rapat dengar pendapat DPRD setempat dengan BPN Kota Pematangsiantar, BPN Kabupaten Simalungun, dan PTPN III Bangun, Senin, 23 Mei 2022.
Ilhamsyah Sinaga mempertanyakan itu kepada Raya Tambak, mewakili Kepala BPN Kabupaten Simalungun.
"Sebenarnya kalau kita mengurus sertifikat di BPN, sertifikatnya dulu terbit atau permohonan terlebih dahulu. Karena di sini saya melihat keluar dulu sertifikat, baru permohonan. Di sini sertifikat keluar pada tanggal 24 Januari 2005, sedangkan permohonan 8 Juli 2005. Dah jelas di sini keluar dulu sertifikat baru dilakukan permohonan," tanya Ilham ke Raya Tambak.
Menjawab pertanyaan anggota dewan tersebut, Raya Tambak malah tertawa dan enteng mengatakan mungkin itu salah tulis.
"Mungkin itu salah tulis. Nanti akan kami pertanyakan lagi di kantor dan akan diperbaiki. Dan ini baru saya tau," ujarnya sembari tertawa.
Mendengar jawaban tersebut, Ilhamsyah Sinaga pun kaget sekaligus bingung. "Setelah 17 tahun baru diketahui ya?" ujarnya.
Dia pun meminta Ketua Komisi I DPRD Pematangsiantar Andika Prayogi Sinaga agar hal itu dipertanyakan langsung ke Kepala Kanwil BPN Sumatra Utara maupun ke BPN RI.
Anggota Komisi I lainnya, Tongam Pangaribuan dari Fraksi Partai NasDem mengatakan, sebelumnya sudah ada Peraturan Wali Kota (Perwa) Pematangsiantar di masa Kurnia Saragih sebagai wali kota yang melarang dilakukan perpanjangan HGU PTPN III Bangun di Kota Pematangsiantar.
Baca juga:
Ditanya soal Sertifikat Abal-abal, Pejabat BPN Simalungun Tertawai Anggota DPRD Siantar
"Sebelum keluarnya sertifikat HGU PTPN III, Wali Kota Pematangsiantar sebelumnya, Kurnia Saragih sudah mengeluarkan Perwa pada tanggal 23 Juli 2004, agar tidak dilakukan perpanjangan sertifikat HGU PTPN III. Dan di Januari 2005 kok bisa keluar perpanjangan HGU PTPN III. Jadi perlu kita pertanyakan ini ke yang lebih tinggi lagi. Karena menurut saya kalau sudah keluar perwa secara hukum seharusnya sudah kuat. Di sini jelas ada kejanggalan," ujarnya.
PTPN akan PN Siantarkan Penggarap
Ramses kemudian mengatakan, batas pemberian `suguh hati` kepada para penggarap yang berada di areal HGU No.1 pada 10 Juni 2022 dan tanggal 14 Juni 2022 harus dilakukan penyelamatan aset negara di areal tersebut.
"Negara sudah hadir bagi para penggarap. Akan tetapi para penggarap bersikap arogan. Jadi semua penggarap yang tidak mau menerima `suguh hati` dari PTPN III akan kami titip di PN Siantar. Biaya konsinyasi. Karena tidak mungkin negara kalah sama mafia tanah. Jika diizinkan negara boleh menggarap tanah PTPN atau BUMN sudah barang tentu. Saya ikut menggarap. Jadi karena menurut hukum salah, jangan dilakukan," katanya. [Leo]