Jakarta - Ketua Institute Law And Justice (ILAJ), Fawer Sihite, angkat suara terkait proses hukum yang sedang menjerat dua tokoh nasional, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong.
Ia menyerukan agar majelis hakim dalam perkara tersebut sungguh-sungguh menjunjung tinggi integritas dan berhikmat dalam memberikan putusan, tanpa tekanan politik atau kepentingan kekuasaan.
“Jika melihat dari aspek hukum yang objektif, sangat mungkin bagi hakim untuk menjatuhkan vonis bebas kepada Hasto dan Tom Lembong, apabila bukti yang diajukan tidak kuat, serta jika proses hukum sejak awal telah cacat prosedural. Jangan sampai hukum dijadikan alat pembungkam bagi mereka yang kritis atau berbeda haluan politik,” tegas Fawer dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 7 Juli 2025.
Institute Law And Justice (ILAJ) melihat sejumlah alasan hukum dan yuridis yang membuka ruang bagi majelis hakim untuk memberikan putusan bebas (vrijspraak) kepada Hasto Kristiyanto dan Thomas Lembong:
Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence) Dalam hukum pidana Indonesia, setiap orang yang didakwa harus dianggap tidak bersalah sampai terbukti sebaliknya. Jika selama proses persidangan tidak ditemukan alat bukti yang kuat sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP (setidak-tidaknya dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim), maka terdakwa wajib diputus bebas.
Putusan Bebas dalam Hukum Acara Pidana (Pasal 191 Ayat 1 KUHAP) Pasal ini menyatakan: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan tidak terbukti bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan yang didakwakan kepadanya, maka terdakwa harus diputus bebas.” Artinya, jika tuduhan terhadap Hasto atau Tom Lembong tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka membebaskan mereka adalah perintah undang-undang, bukan kemurahan hati.
Cacat Prosedural dalam Proses Penegakan Hukum, Fawer menekankan bahwa terdapat indikasi pelanggaran prosedural dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap keduanya, termasuk soal penggeledahan, pemanggilan saksi, hingga kemungkinan penyadapan ilegal. Jika terbukti, maka bukti yang diperoleh melalui cara-cara inkonstitusional harus dinyatakan tidak sah.
Independensi Kekuasaan Kehakiman (Pasal 24 UUD 1945), UUD 1945 secara tegas menjamin bahwa kekuasaan kehakiman harus bebas dari campur tangan kekuasaan manapun. Hakim tidak boleh tunduk pada tekanan politik, opini publik, atau pesanan kekuasaan dalam memutus perkara. Hanya fakta hukum dan rasa keadilan yang boleh menjadi dasar pertimbangan.
Politik Hukum Harus Netral, Bukan Alat Represi, Fawer juga mengingatkan, bila hukum terus dipolitisasi, maka kita sedang menyaksikan mundurnya demokrasi secara sistematis. Penegakan hukum harus netral, transparan, dan berkeadilan. Bila aparat penegak hukum dan lembaga peradilan tunduk pada kekuasaan politik, maka kepercayaan publik terhadap sistem peradilan akan runtuh.
Fawer yang juga merupakan Mantan Pengurus Pusat GMKI, pengurus DPP KNPI dan DPP Parkindo menyatakan bahwa pembelaan terhadap hak hukum Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong bukanlah soal pembelaan terhadap individu, melainkan pembelaan terhadap prinsip negara hukum. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh bangsa untuk mengawal kasus ini secara jernih dan rasional.
“Jangan biarkan hukum menjadi korban tarik-menarik kekuasaan. Dalam negara hukum, yang harus menang adalah keadilan dan kebenaran, bukan opini media atau tekanan elite,” ucapnya.
Menurutnya, Hasto dan Tom Lembong adalah dua sosok yang memiliki rekam jejak panjang dalam dunia kebijakan dan pemerintahan. Jika memang tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, maka membebaskan mereka adalah pilihan terbaik untuk menyelamatkan muruah peradilan.[]