Dairi - Ratusan masyarakat Kabupaten Dairi, Sumatra Utara, menggelar pesta rakyat dan budaya. Ini merupakan bentuk rasa syukur atas hasil bumi yang mereka nikmati.
Pesta rakyat digelar di Dusun Lumban Sianturi, Desa Pandiangan, Kecamatan Lae Parira. Warga datang dari sejumlah kecamatan, semisal Silima Punggapungga, Lae Parira, Tanah Pinem, dan Siempat Nempu Hilir.
Sedikitnya 400 warga dari luar Desa Pandiangan ada di sana. Muncul juga organisasi non-pemerintahan yang peduli dengan lingkungan, seperti YDPK, Petrasa, dan Bakumsu.
Pesta rakyat pada Jumat, 22 April 2022 itu diisi ibadah refleksi, tarian Tortor, opera rakyat, dan ada lelang hasil bumi.
Pesta rakyat untuk memaknai maupun mengingatkan semua masyarakat untuk berpikir tentang nilai-nilai kemanusiaan, ancaman yang dihadapi jika bumi rusak, dan cara-cara untuk membantu melindungi lingkungan.
Mengambil tema klasik tentang budaya lokal yakni Gabe Na Niula Sinur Na Pinahan, Horas Jolma.
Ungkapan ini merupakan falsafah kehidupan orang Batak. Merupakan prinsip dalam menggeluti dunia pertanian dan peternakan, yang adalah mayoritas pekerjaan orang Batak.
Begitu dalamnya makna falsafah ini, sampai tertuang dalam umpasa atau peribahasa dalam kebudayaan orang Batak.
Bentuk kearifan lokal yang diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan, serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Masyarakat Kabupaten Dairi, Sumatra Utara, menggelar pesta rakyat dalam memperingati Hari Bumi, Jumat, 22 April 2022. (Foto: Ist)
Ini juga merupakan adat dan kebiasan yang telah mentradisi dan secara turun temurun, yang hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat hukum adat.
Tradisi ini adalah bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
Ibadah refleksi dibawakan Pendeta Dikkar Jeremia Sihotang STh. Dia menegaskan kepada seluruh warga untuk tetap memperlakukan tanah dan tanaman layaknya seorang manusia.
Baca juga:
Dukung Jokowi 3 Periode, Warga Dairi Keluhkan Pertambangan DPM dan Jalan ke Pertanian
Raja Huta di Desa Pandiangan, Zaitan Silaban (81) mengatakan, dulunya masyarakat dalam melaksanakan doa hasil bumi sangat kompak. Meskipun agama berbeda, namun tingkat toleransi sangat tinggi.
Dia menyebut, ucapan Horas dalam bahasa Batak merupakan salam yang sangat mengikat sesama masyarakat setempat, karena ini merupakan salam untuk saling menyatukan hati dan kebersamaan.
Disebutnya, kearifan lokal atas hasil bumi dari warisan leluhur sangat mempedulikan kelestarian alam.
Salah satu contoh, dulunya setiap masyarakat petani ketika mangordang atau menanam padi, mereka melakukan doa persembahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa lewat adat tradisional dan makanan khas.
Di antaranya ada Itak Putih. Makanan khas ini menggambarkan bersihnya hati untuk melakukan kegiatan menanam.
Kemudian, Pohul-pohul yang berwarna merah kecoklatan. Menggambarkan keberanian untuk menyatakan yang benar.
Itak Gurgur menggambarkan agar hasil dari tanaman yang ditanam menjadi berhasil dan berlimpah hasilnya.
Dalam pesta rakyat itu, digelar pula opera, sebuah budaya pertunjukan yang menceritakan asal-usul desa warga yang hadir.
Ini dibuat untuk tetap mengingat dan menjaga setiap peninggalan leluhur, terutama tanah, air, hutan, dan kebiasaan adat yang bisa memberikan kehidupan kepada banyak generasi.
"Pesta rakyat ini juga bertujuan untuk menjalin solidaritas sesama masyarakat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan dari berbagai desa yang berbeda sehingga masyarakat berani untuk menyuarakan pentingnya menjaga bumi," kata Zaitan. []