Aceh - Jokowi luncurkan program pemenuhan hak korban dari 12 kasus pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu di situs Rumoh Geudong, Pidie, Aceh, pada Selasa, 27 Juni 2023.
Rumoh Geudong adalah rumah tua yang menjadi tempat penyiksaan terhadap masyarakat oleh TNI selama konflik Aceh (1989-1998).
Sejumlah korban dan keluarganya menerima tawaran pemerintah dan mengaku sudah memaafkan apa yang menimpa keluarga mereka.
Namun sebagian lainnya menolak upaya itu dan masih menuntut keadilan melalui penyelesaian yudisial.
"Ini adalah bagian untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang meninggalkan beban berat bagi para korban dan keluarga korban,” kata Jokowi dalam bagian pidatonya yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
“Karena itu luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju, dan pada awal bulan Januari lalu, saya memutuskan pemerintah akan menempuh penyelesaian non yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan pemulihan yudisial,” kata Jokowi.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD juga mengatakan bahwa pemulihan hak korban ini ditempuh sebagai upaya di tengah kerumitan penyelesaian yudisial maupun nonyudisial.
“Daripada berdiam diri dan menyelesaikan kerumitan dua jalur tersebut, presiden mengambil kebijakan untuk langkah-langkah pemenuhan hak korban melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” kata Mahfud.
Menurut dia, Keppres tidak memutuskan penyelesaian yudisial, tapi semata-mata untuk memenuhi hak korban lebih dulu.
Lewat program pemulihan ini, para korban akan menerima sejumlah bantuan, seperti jaminan kesehatan, beasiswa pendidikan, bantuan renovasi rumah, dan lain-lain.
Ini merupakan tindak lanjut dari sebagian rekomendasi Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) yang disampaikan kepada Presiden Jokowi pada 11 Januari 2023.
Presiden Jokowi menyatakan program-program pemulihan hak korban tidak akan menegasikan proses yudisial kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Sejumlah korban kasus-kasus pelanggaran HAM berat turut menghadiri peluncuran ini secara langsung maupun virtual.
Di antaranya adalah korban dari kasus Rumoh Geudong, Jambo Keupok, Simpang KKA, Wasior, Wamena, hingga eksil peristiwa 1965.
Sebagian menganggap upaya ini sebagai langkah positif, seperti Sudaryanto, eksil 1965 yang kini menetap di Rusia dan bersedia hadir langsung di Aceh.
"Tindakan [pemerintah] sekarang ini adalah tindakan yang berani, bertanggung jawab dan menuju ke depan. Bukan hanya untuk hari ini, ini hanya start-nya," kata Sudaryanto.
Sementara itu, salah satu korban kasus Rumoh Geudong, Abdul Wahab (82) menyatakan menolak penyelesaian non yudisial yang baru saja dimulai pemerintah.
"Kalau yudisial, saya terima, non yudisial enggak. Pelaku masih hidup, yang diperlakukan masih hidup," kata Abdul Wahab dilansir dari BBC News Indonesia.
BACA JUGA: Jokowi ke Aceh untuk Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat
Abdul Wahab pernah ditahan dan disiksa di Pos Sattis Rumoh Geudong selama 35 hari. Akibatnya, dia mengalami cacat di kaki dan pinggang.
Dia menjadi salah satu korban yang menolak upaya non yudisial sejak awal pemerintah menggaungkan rencana ini.
Abdul mengaku pernah diundang oleh tim PPHAM pada awal-awal pembentukan tim tersebut. Namun kepada tim itu, dia mengatakan bahwa dirinya menolak diberi dispensasi.
"Saya tidak membutuhkan apa-apa. Yang saya butuhkan hanya tanah seluas dua meter dan kain putih. Saya tidak membutuhkan apa-apa, selain keadilan," tuturnya.
Keluarga korban dari tragedi Simpang KAA, Murtala, juga masih menuntut agar pemerintah "tidak menafikan" penyelesaian yudisial.
Murtala kehilangan abang sepupunya bernama M Nasir yang tewas ditembak dalam peristiwa itu.
“Keadilan itu perlu untuk korban, bukan semata-mata karena bantuan itu,” kata Murtala.
Murtala, yang juga merupakan Ketua Forum Komunikasi Korban dan Keluarga Korban Tragedi Simpang KAA mengaku sebagian besar korban dan keluarga peristiwa tidak menerima undangan sama sekali.
Kalaupun diundang, dia menyatakan enggan hadir dalam acara peluncuran itu apabila tidak seluruh korban dilibatkan.
Presiden Jokowi kepada wartawan menyebut, ini baru langkah awal pemerintah.
"Ini adalah langkah awal dimulai dari Aceh, dari Pidie karena di sini memang ada tiga peristiwa," katanya.
Terhadap para korban pelanggaran HAM berat masa lalu, bukan hanya bantuan sosial, pemerintah juga memberikan keterampilan, dan beasiswa.
Terkait langkah yudisial kata Jokowi, itu apabila bukti-buktinya kuat, diteruskan ke Kejaksaan Agung, kemudian juga ada persetujuan dari DPR.
"Berarti bisa berjalan ya, saya kira dua-duanya bisa berjalan. Tetapi kita ingin yang dulu yang bisa bergerak kita langsung selesaikan," ujarnya. []