News Selasa, 02 Agustus 2022 | 15:08

Junimart Girsang Dengarkan Jeritan Honorer Satpol PP Se-Sumatra Utara

Lihat Foto Junimart Girsang Dengarkan Jeritan Honorer Satpol PP Se-Sumatra Utara Junimart Girsang menerima audiensi Satpol PP se-Sumatra Utara di Kota Pematangsiantar, Selasa, 2 Agustus 2022. (Foto: Opsi/TM)
Editor: Tigor Munte

Pematangsiantar - Pemerintah pusat akan menghapuskan tenaga honorer di lingkungan pemerintah pusat dan daerah mulai November 2023.

Keputusan ini sudah dituangkan dalam Surat Edaran Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor: B/185/M.SM.02.03.2022 tanggal 31 Mei 2022. 

Kebijakan ini juga mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. 

Disebutkan, pegawai non-PNS di instansi pemerintah masih tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun saat peraturan tersebut berlaku yakni, November 2023.

PP Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja pada Pasal 1 Ayat 2 disebutkan Polisi Pamong Praja sebagai aparat Pemerintah Daerah yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.

Merespons hal ini, perwakilan personel Satuan Polisi Pamong Praja yang masih berstatus honorer di pemerintah kabupaten dan kota di Sumatra Utara meminta Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang bisa membantu nasib mereka.

Para tenaga honorer tersebut melakukan pertemuan dengan Junimart di Rumah Aspirasi Junimart Girsang di Jalan Kartini, Kota Pematangsiantar, Sumatra Utara pada Selasa, 2 Agustus 2022.

Junimart hadir ditemani Ketua DPRD Kota Pematangsiantar Timbul Lingga dan Rimbun Sidabutar yang merupakan perwakilan rumah aspirasi Junimart Girsang di Daerah Pemilihan Sumut III.

Para tenaga honorer Satpol PP tersebut tergabung dalam Forum Komunikasi Bantuan Polisi Pamong Praja Nusantara atau DPW FK BPPPN Sumatra Utara, datang dari Kabupaten Karo, Kabupaten Simalungun, Kota Pematangsiantar, dan daerah lainnya di Sumatra Utara.

Junimart Girsang usai pertemuan menyebut pihaknya menerima aspirasi para petugas Satpol PP yang merasa resah dengan adanya kebijakan pemerintah untuk penghapusan tenaga honorer pada November 2023 mendatang.

Untuk memperjuangkan nasib Satpol PP ini, Junimart meminta para kepala daerah yang mengangkat petugas Satpol PP, memberikan dukungan dengan menyampaikan aspirasi ke DPR RI dan pemerintah pusat.

Baca juga:

Pemilu 2024, Jaksa Agung: ASN Kejaksaan Wajib Netral dengan Menjaga Monoloyalitas

Komisi II kata dia, nantinya akan membahas ini dalam rapat kerja bersama dengan Menteri Dalam Negeri, Kemenpan RB dan pihak terkait agar Satpol PP ini bisa diakomodir.

Junimart mengingatkan, Satpol PP diangkat para kepala daerah, bupati dan wali kota, sehingga tidak terlepas dari tanggung jawab mereka juga. 

Politisi PDIP itu juga tidak sepakat Satpol PP yang sudah bekerja puluhan tahun diangkat sebagai tenaga outsourcing.

"Kita minta supaya para kepala daerah satu suara, satu bahasa untuk memperjuangkan status Satpol PP," katanya.

Francy Sinaga selaku Ketua DPW FK BPPPN Sumatra Utara mengatakan, seturut dengan permintaan Junimart Girsang, semua perwakilan di Sumatra Utara akan meminta kepala daerah memberikan surat dukungan untuk dibawa ke pemerintah pusat dan DPR RI.

Tenaga honorer Satpol PP di Rumah Aspirasi Junimart Girsang, di Kota Pematangsiantar, Sumatra Utara, Selasa, 2 Agustus 2022. (Foto: Opsi/TM)

"Kota dan kabupaten di Sumut akan menyurati kepala daerah minimal sekda masing-masing, supaya bisa melakukan audiensi. Karena kami mengharapkan ada surat yang kami bawa, pernyataan bahwa kepala daerah juga memikirkan nasib honorer Satpol PP," katanya.

Sejumlah petugas Satpol PP yang ditemui di lokasi mengaku diangkat sebagai tenaga honorer berdasarkan keputusan atau SK kepala satuan atau kasat.

Seperti salah seorang dari Pemkab Simalungun bernama Jimmy, mengaku diangkat pada tahun 2013 berdasarkan SK Kasatpol PP.

Baca juga:

Satpol PP DKI Kumpulkan Rp 8,8 Miliar dari Pelanggaran Prokes

Dia masih berharap kebijakan penghapusan tenaga honorer mulai November 2023 mendatang bisa dibatalkan atau ditinjau ulang oleh pemerintah pusat dan DPR RI.

Terhadap rencana penghapusan tenaga honorer ini, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung juga sudah meminta Kemenpan RB menyiapkan skema yang jelas guna memastikan nasib ratusan ribu tenaga honorer yang tersebar di instansi pemerintah di seluruh Indonesia.

"Jika posisi tenaga honorer dihapus Kemenpan RB, maka harus ada kepastian mereka mau diapakan. Apakah akan dijadikan outsourcing atau tenaga kontrak atau ada alternatif lain," ujar Doli dilansir dari laman DPR RI, Selasa, 2 Agustus 2022.

Sebelumnya, Kemenpan menyebut tenaga honorer ini akan digantikan oleh outsourcing sesuai kebutuhan. 

Penghapusan ini merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk membangun sumber manusia (SDM) Aparatur Sipil Negara (ASN) yang lebih profesional dan sejahtera. 

Tjahjo Kumolo ketika menjabat Menpan RB menyebut, pegawai yang berstatus honorer tidak langsung diberhentikan pada 2023. 

"Tenaga non-ASN tetap dibutuhkan. Hanya saja pola rekrutmennya ke depan harus sesuai kebutuhan mendapat penghasilan layak, setidaknya sesuai UMR," kata Tjahjo kepada wartawan pada awal Juni 2022 lalu. 

Dia kemudian meminta Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) memetakan pegawai non-ASN yang ada di instansinya masing-masing. 

Opsi untuk tenaga honorer didorong seleksi CPNS atau PPPK pegawai non-ASN yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan atau diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS maupun PPPK. 

Selanjutnya, PPK bisa merekrut tenaga alih daya atau outsourcing oleh pihak ketiga bila membutuhkan tenaga lain, seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan. 

Ditegaskan, kebijakan terkait tenaga honorer ini merupakan amanat dari UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. 

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 juga menyebutkan bahwa pegawai non-ASN di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK jika memenuhi syarat. 

Alasan penghapusan tenaga honorer disebut karena ketidakjelasan sistem rekrutmen tenaga honorer selama ini berdampak pada pengupahan yang sering di bawah batas upah minimum regional. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya