News Kamis, 03 Maret 2022 | 20:03

Kronologis Perusahaan Harita Group yang Dituduh Serobot Lahan di Sulteng

Lihat Foto Kronologis Perusahaan Harita Group yang Dituduh Serobot Lahan di Sulteng PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak perusahaan Harita Group dituduh melakukan penyerobotan lahan milik warga penolak tambang di Roko-Roko Raya, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara pada Kamis, 3 Maret 2022. (Foto: KontraS)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak perusahaan Harita Group dituduh melakukan penyerobotan lahan milik warga penolak tambang di Roko-Roko Raya, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara pada Kamis, 3 Maret 2022.

Penyerobotan lahan disebut menggunakan excavator oleh PT GKP melibatkan aparat kepolisian bersenjata lengkap dan TNI, sesuai rilis yang diterima Opsi.id.

Dikatakan, penerobosan oleh PT GKP hari ini terjadi di lahan milik La Dani dan Sahria, warga penolak tambang di Roko-Roko Raya yang enggan menyerahkan lahannya untuk perusahaan.

Penyerobotan ini pun bukan yang pertama, melainkan telah lima kali dilakukan sejak pertama, Selasa, 9 Juli 2019, sekitar pukul 11.00 WITA di lahan milik Marwah.

Baca juga: Petani Wawonii Sulteng Konflik dengan Anak Perusahaan Harita Group

Kedua pada Selasa, 16 Juli 2019 sekitar pukul 15.00 WITA di lahan milik Idris. Ketiga pada Kamis, 22 Agustus 2019 di lahan milik Amin, Wa Ana, dan almarhum Labaa. Keempat pada Selasa, 1 Maret 2022 di lahan milik La Dani dan Sahria.

Penyerobotan berulang ini sebagai bentuk upaya paksa PT GKP dalam membangun jalan tambang menuju lahan yang sudah dibebaskan dan konsesi tambang.

Akibatnya, tanaman perkebunan produktif warga rusak parah, sementara warga yang melawan diintimidasi dan dikriminalisasi hingga mendekam di sel tahanan dan di penjara.

Pada kejadian Kamis pagi misalnya, warga didominasi petani perempuan, yang terus mempertahankan tanah miliknya, menghadang dan berbaring di depan excavator perusahaan, hingga melakukan aksi buka baju.

Penyerobotan lahan disebut menggunakan excavator oleh PT GKP melibatkan aparat kepolisian bersenjata lengkap dan TNI. (Foto: KontraS)

Mereka diperhadapkan dengan aparat keamanan bersenjata lengkap yang represif, juga mendapat ancaman akan ditangkap karena dianggap menghalang-halangi aktivitas perusahaan tambang.

Pihak perusahaan pun mengklaim lahan milik La Dani dan Sahria, bahwasannya lahan itu milik seorang warga berinisial P dan telah dibebaskan oleh pihak perusahaan.

Padahal, lahan-lahan itu telah dikelola selama tiga generasi oleh keluarga La Dani dan Sahria, juga selalu membayar pajak atas tanah setiap tahunnya.

Baca juga: Kisruh Petani Wawonii dan Perusahaan di Sulteng, Ibu-ibu Buka Baju

Bahkan, jauh sebelum PT GKP masuk, tak pernah ada saling klaim atas tanah, apalagi menimbulkan konflik di tengah masyarakat.

Demikian juga dengan 28 warga yang dikriminalisasi. Polisi dengan dalih laporan dari pihak perusahaan, menyasar warga terlapor yang memiliki lahan di Roko-Roko Raya.

Pada 24 Januari 2022 kemarin, misalnya, polisi menangkap tiga warga penolak tambang di Roko-Roko Raya.

Masing-masing atas nama Hurlan, Hastoma, dan La Dani. Pasca ditangkap dan ditahan di Polda Sultra, perusahaan melakukan penyerobotan di lahan La Dani pada Selasa, 1 Maret dan Kamis, 3 Maret 2022. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya